Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dominasi China dalam Tambang Nikel dan Hilirisasi Tak Untungkan Indonesia

        Dominasi China dalam Tambang Nikel dan Hilirisasi Tak Untungkan Indonesia Kredit Foto: PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI)
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        China telah memainkan peran kunci dalam mengubah lanskap industri mobil listrik secara global. Sebagai salah satu produsen mobil listrik terbesar di dunia, China telah melakukan investasi besar-besaran dalam riset, pengembangan, dan produksi mobil listrik serta baterainya.

        Pemerintah China telah memberikan dukungan substansial dalam bentuk insentif fiskal, kebijakan regulasi yang mendukung, dan infrastruktur pengisian baterai yang luas. Semua ini telah mendorong pertumbuhan pasar mobil listrik yang signifikan di negara tersebut.

        Dalam konteks hubungannya dengan Indonesia, Prof Didin S Damanhuri, Guru Besar IPB & Universitas Paramadina, bilang dominasi China dalam industri mobil listrik memiliki implikasi penting terkait dengan nikel sebagai bahan baku baterai. China, sebagai produsen baterai terbesar di dunia, memiliki akses lebih besar terhadap pasokan nikel dan logam lain yang digunakan dalam pembuatan baterai.

        Baca Juga: Hilirisasi Nikel Indonesia dalam Rivalitas Ekonomi dan Geopolitik antara AS dan China

        Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia sejauh ini lebih cenderung menjadi penyedia bahan mentah daripada mengambil bagian dalam rantai pasok dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Kehadiran China dalam perjanjian kemitraan strategis dengan Indonesia dan kepemilikan sejumlah smelter nikel di Indonesia menunjukkan peran dominan China dalam industri ini.

        Didin mengatakan, “Indonesia sudah menjadi tempat yang memang dimenangkanlah oleh China di dalam rivalitas dengan Amerika bahkan Elon Musk juga membutuhkan bahan baku lithium dan nikel harus bernegosiasi ke Beijing, walaupun sebenarnya tambangnya ada di Indonesia. Itu satu bukti bahwa memang pertambangan ini sudah dikuasai China, jadi ini memperkuat apa yang disampaikan oleh Pak Faisal Basri.”

        Kendati demikian, lanjutnya, perlu dipertimbangkan bagaimana Indonesia dapat mengambil manfaat lebih besar dari hubungannya dengan China dalam industri mobil listrik. Hal ini dapat mencakup kolaborasi dalam pengembangan teknologi baterai, peningkatan nilai tambah dalam rantai pasok nikel, dan pengembangan kebijakan yang mendukung transformasi industri nikel menjadi industri dengan nilai tambah lebih tinggi.

        "Dengan demikian, Indonesia dapat mengoptimalkan potensi sumber daya alamnya dan mengambil peran yang lebih proaktif dalam perkembangan industri mobil listrik global," ujarnya dalam keterangan tertulis, yang dikutip Selasa (22/8/2023).

        Penguasaan China dalam Pertambangan Nikel dan Hilirisasi Tak Untungkan Indonesia

        Pengaruh dominan China dalam pertambangan nikel Indonesia dan pelaksanaan hilirisasi yang terkait dengannya sebenarnya tidak memberikan banyak manfaat bagi Indonesia dan rakyatnya. Meskipun Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia, penguasaan China atas sebagian besar rantai pasok nikel telah mengakibatkan manfaat ekonomi yang seharusnya diterima oleh Indonesia lebih banyak mengalir ke China.

        Menurut Didin, keterlibatan China dalam pertambangan nikel dan hilirisasinya telah menyebabkan Indonesia lebih berperan sebagai pemasok bahan baku mentah daripada sebagai pelaku dalam proses industri yang lebih bernilai tambah.

        Kelemahan utama terletak pada kurangnya persiapan dalam membangun struktur industri yang lebih komprehensif dan bernilai tambah di dalam negeri. Sebagai akibatnya, ekspor ilegal dan ekspor langsung ke China terjadi, yang menguntungkan China lebih dari Indonesia.

        Pekerjaan yang dihasilkan oleh industri nikel ini cenderung menguntungkan tenaga kerja asing dari China daripada tenaga kerja lokal Indonesia. Bahkan dalam hal teknologi dan manajemen, keahlian dari luar negeri lebih dihargai daripada yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.

        Dengan demikian, kendati Indonesia memiliki potensi besar sebagai produsen nikel terbesar, pengaruh China dalam industri ini sejauh ini belum membawa manfaat signifikan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.

        "Hal ini menunjukkan perlunya refleksi mendalam dalam menghadapi kerja sama ekonomi internasional, sehingga hasil yang dihasilkan dari sumber daya alam yang berlimpah dapat dirasakan oleh rakyat Indonesia secara lebih merata dan adil," jelas Didin.

        Baca Juga: Ribut-Ribut Hilirisasi Nikel, Dongkrak Ekonomi Indonesia atau China?

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: