Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Viral! Guru di Lamongan Botaki Sejumlah Siswi, KemenPPPA Buka Suara

        Viral! Guru di Lamongan Botaki Sejumlah Siswi, KemenPPPA Buka Suara Kredit Foto: Rena Laila Wuri
        Warta Ekonomi, Lamongan -

        Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyayangkan terjadinya kasus seorang guru di Lamongan, Jawa Timur, yang diduga membotaki kepala sejumlah siswi kelas IX.

        Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, mengatakan bahwa apa pun alasannya, termasuk penegakkan tata tertib, seorang tenaga pendidik tetap harus memperhatikan hak anak dan kepetingan terbaik anak dalam melakukan langkah-langkah pemberian hukuman.

        Nahar mendorong pihak satuan pendidikan untuk tetap mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak ketika menangani siswa/i yang tidak melaksanakan atau melanggar peraturan sekolah atau dianggap kurang memenuhi norman-norma di lingkungan sekolah, tentunya sudah ada mekanisme bagaimana tenaga pendidik melakukan langkah-langkah disiplin positif dan bukan hukuman.

        Baca Juga: KemenPPPA Optimis Peraturan Pelaksana UU TPKS Akan Rampung September 2023

        “Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan menghargai pandangan anak. Sanksi yang lebih memperhatikan hak anak dan penggunaan disiplin positif dianggap lebih baik daripada pemberian hukuman. Besar harapan agar tidak terjadi lagi langkah-langkah pemberian hukuman yang menyebabkan anak mengalami tekanan sehingga memiliki hambatan secara fisik dan psikis,” ujar Nahar dalam keterangannya, Jumat (1/9/2023).

        Nahar juga mengingatkan kepada satuan pendidikan untuk terus melakukan pencegahan terjadinya kekerasan fisik atau psikis yang terjadi di sekolah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Di Lingkungan Satuan Pendidikan.

        Nahar menyebutkan bahwa tindakan yang dilakukan oknum guru tersebut dapat diberikan sanksi administrasi dan jika memenuhi unsur memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril, dan melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap anak dan memenuhi unsur Pasal 76A dan Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Selanjutnya, oknum guru iyu dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 77 dan Pasal 80 Ayat (1) UU 35 Tahun 2014.

        Nahar mengatakan, pemberian sanksi terhadap siswa yang tidak layak, apalagi sanksi yang diberikan secara semena-mena, menjadi sangat bertolak belakang dengan prinsip-prinsip pendidikan yang dapat digunakan dalam menumbuhkan kedisiplinan pada diri anak tanpa kekerasan, dengan memperhatikan 4 (empat) Hak Dasar Anak yang wajib dipenuhi, yaitu (1) Hak Kelangsungan Hidup; (2) Hak Perlindungan; (3) Hak Tumbuh Kembang; dan (4) Hak Berpartisipasi.

        “Kami sangat menyesalkan tindakan pemberian hukuman yang dilakukan oknum guru terhadap sejumlah siswi dengan melakukan pembotakan. Padahal, hukuman fisik menimbulkan dampak negatif bagi anak, seperti terhambatnya perkembangan anak, rasa tidak aman, rendahnya kreativitas bahkan kematian. Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi tenaga pendidik untuk memahami displin positif,” ujar Nahar.

        Lebih lanjut, penyebab terjadinya pembotakan terhadap siswi SMP ini diduga lantaran sejumlah siswi berjilbab tidak mengenakan dalaman kerudung atau ciput. Berdasarkan informasi, kejadian tersebut berlangsung pada Rabu (23/8/2023) ketika siswa kelas IX hendak beranjak pulang.

        Oknum guru yang melakukan pembotakan akhirnya mendapat teguran dan berinisiatif mendatangi rumah para siswi untuk meminta maaf. Proses mediasi telah dilakukan antara pihak guru dan orang tua murid dan saat ini status dari guru tersebut sudah diberikan sanksi untuk tidak mengajar dan mendapatkan pembinaan dari dinas pendidikan.

        Nahar mengatakan, UPTD PPA Kab. Lamongan dan UPTD PPA Provinsi Jawa Timur melakukan penjangkauan ke lokasi kejadian di Lamongan Jawa Timur untuk mengetahui bagaimana kondisi para siswa yang mengalami pembotakan.

        “Saat ini, kami masih terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Kab. Lamongan dan UPTD PPA Provinsi Jawa Timur untuk memantau perkembangan kasus ini. Kami juga berkoordinasi untuk memastikan anak-anak yang mengalami pembotakan tersebut tetap mendapatkan pendampingan yang diperlukan,” ujar Nahar.

        Dalam pasal 9 UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dijelaskan, “Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain."

        Baca Juga: Viral Video Lagu Anak Diduga Berunsur LGBT, KemenPPPA Langsung Ambil Langkah

        Selain itu, dalam pasal 54 ayat 1 dan 2 UU Nomor 35 Tahun Tentang Perlindungan Anak tertera peraturan, ”Anak di dalam dan di lingkungan satuan Pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat".

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Yohanna Valerie Immanuella

        Bagikan Artikel: