Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        SKT Kena Dilema, Hidupkan Ekonomi Namun Terbentur Kebijakan Industri

        SKT Kena Dilema, Hidupkan Ekonomi Namun Terbentur Kebijakan Industri Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
        Warta Ekonomi, Surabaya -

        Negara Indonesia adalah negara merupakan bagian penghasil tembakau terbesar di dunia. Tembakau Indonesia masuk enam besar sebagai penghasil tembakau dunia setelah Cina, Brazil, India, USA dan Malawi dengan jumlah produksi sekitar 136 ribu ton atau sekitar 1,91 persen dari total produksi tembakau dunia.

        Di Indonesia sendiri telah memiliki wilayah atau provinsi penghasil tembakau kualitas baik dan terbesar seperti, Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat. Wilayah Jawa Timur  ada lima kabupaten sebagai sentra penghasil tembakau terbesar dalam skala nasional seperti, Jember, Probolinggo, Bojonegro, Pamekasan dan Situbondo. Saat ini, industri hasil tembakau merupakan salah satu sektor strategis domestik yang memiliki daya saing tinggi dan terus memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian nasional.

        Baca Juga: Beri Kontribusi Ekonomi, Pemkab Kudus Komitmen Lindungi 80 Ribu Tenaga Kerja SKT

        Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto mengungkapkan, komoditas tembakau dari Indonesia adalah salah satu yang diminati oleh pasar tingkat Internasional. Ekspor tembakau dan produk-produk hasilkan Industri Hasil Tembakau (IHT) juga turut menyumbang devisa negara.

        Adanya surga tembakau di Jawa Timur kata Adik, pertumbuhan jumlah pabrik pengolah hasil tembakau saat ini sudah ada 754 pabrik dengan jenis produk hasil tembakau yang mendominasi di Jawa Timur adalah Sigaret Kretek Tangan (SKT), Sigaret Kretek Mesin (SKM), Tembakau Iris (TIS ), Rokok Elektrik ( REL ), Daun Tembakau Homogenisasi (HTL), Sigaret Putih Mesin (SPM ) dan Sigaret Putih Tangan ( SPT ) dan mampu mempekerjakan lebih dari 153.000 tenaga kerja.

        “Artinya, hasil  komoditas tembakau ini memiliki peran penting dalam meningkatkan perekonomian keluarga dalam menjalankan roda kehidupannya,” kata Adik, dilansir pada Kamis (23/11).

        Sementara Industri rokok berbasis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Jawa Timur lanjut Adik, SKT tidak hanya sekadar industri rokok, tetapi juga pilar ekonomi yang membantu menggerakkan roda perekonomian provinsi. Melalui penciptaan lapangan pekerjaan, kontribusi pendapatan, dan dukungan pada sektor pertanian, SKT memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi regional serta melestarikan tradisi dan budaya lokal.

        “Dengan menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang, industri SKT dapat terus menjadi motor penggerak perekonomian Jawa Timur dalam menghadapi dinamika ekonomi yang terus berubah ini,“ tegas Adik

        Lebih lanjut Adik mengungkapkan, Jawa Timur adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia, memiliki beragam sektor ekonomi yang turut membentuk keberlanjutan perekonomian regional. Dalam hal ini kata Adik, produksi SKT hadir sebagai kunci kehidupan dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang signifikan, dengan melibatkan sejumlah besar tenaga kerja dari berbagai lapisan masyarakat.

        Baca Juga: Serikat Pekerja: Industri SKT Mulai Tumbuh Lagi, Tambah Peluang bagi Pekerja

        “Ini membantu mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Industri SKT juga memberikan dampak positif pada sektor pertanian, khususnya petani tembakau. Permintaan yang stabil dari produsen SKT memberikan insentif bagi petani untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi tembakau selama ini,” bebernya.

        Terbentur Kebijakan Pemerintah

        Komoditas tembakau yang dijuluki sebagai “Daun Emas “ ini yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia namun, harus berhadapan dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sendiri diantaranya, kenaikan harga cukai rokok, pembatasan promosi dan wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 yang berisi  tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

        Baca Juga: Magnet Tenaga Kerja, Wakil Bupati Sleman Dorong Perlindungan Industri SKT

        Menurut Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia Mukhammad Misbakhun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu dianggap ancaman berat terhadap pertumbuhan ekonomi nasional serta petani tembakau di Indonesia.

        “Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan UU Kesehatan yang saat ini sedang dibahas oleh Kementerian Kesehatan dianggap sangat berbahaya karena dari sisi pembentukan aturan perundang-undangan sendiri diatur melebihi Undang-Undang. Saya mengatakan bahwa ini over authority. Peraturan yang mengatur undang-undang, mengatur ulang, mendefinisikan ulang, dan kemudian yang tidak diatur diatur di sana, ini berbahaya. Karena menyangkut kehidupan industri, yang di dalamnya ada mata rantai," kata Misbakhun disela acara Sarasehan Nasional Ekosistem Pertembakauan dengan tema "Menolak Zat Adiktif Produk Tembakau Diatur RPP Kesehatan" di graha Kadin Jatim beberapa hari lalu.

        Keberadaan RPP ini menurutnya juga akan mempengaruhi pola konsumsi para perokok yang menyebabkan penerimaan negara yaitu cukai tembakau.

        "Harapan saya pemerintah berpikir ulang. Mengkaji kembali RPP ini dengan melihat berbagai aspek karena kalau aspek kesehatan mengintervensi aspek-aspek dalam sendi kehidupan yang lain, itu pasti akan melahirkan penolakan. Penolakan akan melahirkan gejolak. Mulai dari gejolak sosial, politik dan sebagainya. Risiko itu harus dihitung pemerintah," tegas Misbakhun

        Sementara itu Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) DPC Pamekasan, Samukrah secara tegas menolak kebijakan pemerintah soal RPP Kesehatan tersebut . Pasalnya, kebijakan ini mematikan semua petani tembakau.

        "Selama ini kami tidak diberi ruang, komoditas kami mau dimatikan lewat pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif di RPP Kesehatan yang sangat sangat menekan ini .Sehingga kami tidak memiliki ruang sama sekali," ujar Samukrah

        Hal senada juga diungkapkan salah satu petani tembakau asal Pamekasan, H.Moh Tafri menyatakan, bahwa  keberadaan RPP Kesehatan yang sejak awal tidak didesain untuk memberi perlindungan bagi keberlanjutan perkebunan tembakau dan sangat disayangkan.

        Pria ini menjelaskan, dalam Pasal 457 ayat (7) RPP Kesehatan  meminta kepada Kementerian Pertanian untuk “memaksa” petani tembakau melakukan konversi produk tanaman tembakau dan alih tanam kepada produk pertanian lain.

        Baca Juga: Mengancam Usaha Media Digital, Industri Periklanan dan Media Kreatif Tolak Pasal Tembakau di RPP Kesehatan

        "Beberapa kali upaya konversi tanaman tembakau dilakukan. Petani tembakau Madura pernah disuruh beralih ke tanaman tebu tapi tidak berhasil. Sekarang juga mau digaungkan lagi, bagaimana cara berpikir pemerintah ini? Harusnya pemerintah terus mendorong produktivitas dan kemandirian petani, misalnya harga pupuk dibuat lebih terjangkau," pungkas Tafri

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Mochamad Ali Topan
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: