Efek pandemi Covid-19 yang sangat besar di Pulau Dewata membuat pemerintah menggabungkan “Work from Bali”. Langkah ini diambil untuk menumbuhkan industri pariwisata di Bali yang ambruk selama pandemi di Indonesia.
Pemerintah memberikan cukup banyak kemudahan untuk para digital nomad dari berbagai negara untuk tinggal di sini. Salah satunya kemudahan itu adalah menerbitkan visa B211A khusus wisatawan mancanegara yang berlaku hingga 180 hari.
Dalam jangka waktu tersebut, wisatawan bisa bekerja dari Bali secara bebas sebagai digital nomad. Sayangnya, isu penerbitan visa khusus digital nomad yang konon bisa berlaku selama 5 tahun belum terlaksana. Meski demikian, tren bekerja dari Bali tetap naik meski pandemi telah usai.
Ada beberapa alasan kenapa wisatawan mancanegara memilih untuk menjadi pekerja remote dan pindah ke Bali. Salah satunya adalah tidak dikenakannya pajak penghasilan jika mereka berada di sini dalam kurun waktu 6 bulan.
Baca Juga: Pariwisata dan Ekonomi, Sumut Mesti Bersiap Optimalkan F1 Powerboat Lake Toba 2024
Selain itu, proses pengajuan juga cepat dan bisa dilakukan secara online untuk negara tertentu. Lebih lanjut, Bali juga menawarkan coworking space yang beragam dengan akses internet cepat. Jadi, digital nomad tidak bingung saat mencari lokasi bekerja.
“Bali ini banyak restoran yang gak hanya dipakai untuk makan, tapi juga nyaman untuk bekerja. Jadi, sembari makan bisa sambil mingle, kerja, atau sekadar membuat konten,” tutur Joseph Dwi Putra saat ditemui media pada grand opening restoran KIOA miliknya di Jalan Raya Kerobokan 10A, Bali.
Menurut Joseph, turis mancanegara biasanya suka cafe atau restaurant hopping, pindah sana-sini. Tapi kalau sudah nemu yang cocok, biasanya akan balik lagi hampir setiap hari untuk makan atau bekerja.
“Itulah kenapa, punya konsep restoran yang nyaman buat makan sekaligus bekerja itu penting. Apalagi setiap sudutnya bisa dipakai buat konten,” ujarnya menjelaskan konsep KIOA yang “turis banget”.
Selain masalah tempat makan yang lengkap dengan coworking space, Bali juga dipilih karena sangat affordable di berbagai sektor. Untuk ukuran turis asing, harga makanan di sana bisa membuat mereka hemat, tapi tetap bisa makan enak.
Baca Juga: Tak Hanya Kawasan Pabrik, Kabupaten Bekasi Akan Disulap Jadi Wisata Industri
Lebih lanjut, biaya sewa untuk apartemen hingga villa juga relatif ramah untuk standar pelaku remote working dari luar negeri. Dengan gaji lebih besar dan tidak kena pajak, para digital nomad ini tetap bisa hidup nyaman dari Bali.
Meski tren bekerja dari Bali terus menanjak dan ada kemungkinan meningkatkan sektor wisata, beberapa warga lokal sering was-was. Mereka takut dengan masuknya budaya asing yang menggerus tradisi lokal, mengganggu ketentraman, hingga masalah kependudukan.
Meski terus digenjot, pemerintah tetap dianjurkan untuk melihat semuanya dari dua sisi. Tidak hanya dari segi potensi saja, tapi juga mempertimbangkan risiko yang ada. Apabila dua hal ini bisa diseimbangkan dan berjalan beriringan, Bali bisa saja menjadi world’s foremost digital nomad destinations atau Silicon Bali.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: