Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        PKS Singgung Bulan Ramadan Soal Aturan Pembatasan Penggunaan Pengeras Suara Masjid

        PKS Singgung Bulan Ramadan Soal Aturan Pembatasan Penggunaan Pengeras Suara Masjid Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menyoal kembali Surat Edaran (SE) Menteri Agama No 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, yang isinya merupakan pembatasan penggunaan pengeras suara di Masjid dan Musala direspons Anggota DPR RI Komisi 8 dari Fraksi PKS Surahman Hidayat.

        Surahman menyesalkan pernyataan Menag Yaqut karena menurutnya ini disampaikan saat kaum Muslimin menyambut datangnya bulan Ramadhan.

        “Bulan Ramadhan adalah saat dimana umat Islam giat menyemarakan masjid dan musala dengan berbagai kegiatan ibadah, seperti shalat tarawih, ceramah, tadarrus Al-Quran dan ibadah lainnya”, jelasnya dikutip dari laman pks.id, Selasa (12/3/24).

        Surahman mengungkapkan aturan pembatasan penggunaan pengeras suara masjid dan musala ini bertolak belakang dengan prinsip-prinsip toleransi yang selama ini dipegang teguh oleh umat Islam dan umat-umat lain dalam menjalankan ibadah mereka.

        Menurutnya, toleransi di antara mereka sudah berjalan dengan baik sejak dulu dan tidak ada masalah termasuk perkara pengeras suara ini.

        “Pembatasan pengeras suara di masjid tidak bisa diberlakukan secara umum, sebab terdapat jenis-jenis ibadah yang merupakan syiar yang harus terdengar, seperti adzan sebagai penanda masuknya waktu shalat dan panggilan kepada kaum muslimin untuk shalat berjamaah di masjid-masjid,” ungkap Surahman.

        Juga seperti bacaan imam, atau nasihat para khatib, atau penceramah di masjid yang jamaahnya banyak hingga tumpah ruah sampai keluar masjid, penggunaan pengeras suara luar yang terdengar hingga keluar masjid menurutnya tak bisa dihindarkan.

        Anggota Komisi 8 yang membidangi masalah keagamaan ini melanjutkan penjelasannya, Penggunaan pengeras suara sudah merupakan tradisi yang berlaku sejak lama, yaitu sejak masa penjajahan, masa orla, orba hingga masa reformasi saat ini dan tidak ada yang mempermasalahkannya. Yang demikian itu disebut sebagai al-urful jari, atau urful aam, yaitu adat yang berlaku umum.” Ungkapnya

        Surahman mengutip pandangan para ulama yang menyatakan bahwa, sesuatu yang dipandang baik secara adat, ia merupakan sesuatu yang disyaratkan menurut syariat. Sehingga pembatasan atau pelarangan terhadap adat tersebut dipandang sebagai sebuah kemungkaran.

        Baca Juga: PKS Sebut Pembatasan Penggunaan Pengeras Suara Masjid Tak Bisa Diberlakukan Secara Umum

        Pembatasan pengeras suara tegas Surahman tidak selaras dengan nilai-nilai toleransi beragama, dimana nilai toleransi mencakup:
        Tasamuh, yaitu saling memberi pengakuan, memberi kelonggaran dan kebolehan, maka pembatasan terhadap adat yang berlaku, dalam hal ini penggunaan pengeras suara di masjid-masjid merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip toleransi. Seharusnya Kemenag berdialog dengan FKUB mengenai masalah ini dan tidak terpaku kepada penggunaan otoritas sebagai penguasa.

        Tidak Tajawuz, tidak berlebihan, standarnya bisa diterima semua pihak. Kaum muslimin sudah memahami kapan mereka boleh menggunakan pengeras suara sehingga tidak mengganggu aktifitas dan waktu istirahat mayoritas Masyarakat.

        Takarrum, penghormatan, mendahulukan kelapangan dada walau merasa sedikit ketidaknyamanan atas suara yang terdengar. Mungkin ada sedikit tidak kenyamanan, tapi mereka yang tidak beragama Islam bisa menerima dan memakluminya.

        Di beberapa negara yang merupakan negara non-muslim saja, di zona-zona tertentu dimana kaum muslimin merupakan mayoritas tidak ada pembatas penggunaan pengeras suara, seperti Singapura demikian juga di Amerika.

        Baca Juga: Harga Beras Naik, PDIP: Ini Berpotensi Jadi Krisis Sosial dan Krisis Politik Apalagi Pasca Pemilu

        “Oleh karena itu tidak sepatutnya di Indonesia diberlakukan pembatasan pengeras suara di masjid dan musala. Adapun untuk wilayah-wilayah yang minoritas muslim maka sebaiknya sudah Kemenag berdialog dan berdiskusi dengan MUI dan FKUB sebelum mengeluarkan aturan pembatasan ini.” Tutup Surahman

        Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan surat edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid.

        Aturan terkait penggunaan pengeras suara selama Ramadan tersebut termuat dalam SE Menag Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.

        "Umat Islam dianjurkan untuk mengisi dan meningkatkan syiar pada bulan Ramadan dengan tetap mempedomani Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala," tulis Menag dalam Surat Edaran itu.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bayu Muhardianto
        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: