Tak Dijamin Jasa Raharja, AAUI Ajak Pemerintah Duduk Bareng Bahas Asuransi Wajib TPL
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai sistem jaminan perlindungan kerugian dari pihak ketiga dalam sebuah kecelakaan yang digunakan PT Jasa Raharja, sudah terlampau tua.
Anggota Supervisory Board AAUI, Kornelius Simanjuntak menuturkan, peraturan tentang asuransi terlampau tua dengan usianya yang sudah 60 tahun. Padahal, kata dia, Indonesia menjadi salah satu negara pelopor di bidang asuransi perlindungan tanggung jawab hukum pihak ketiga atau Third Party Liability (TPL).
“Mengacu pada Undang-Undang (No.) 33 Tahun 1964 dan Undang-Undang 34 Tahun 1964, ini sudah terlalu tua, usianya sudah 60 tahun,” kata Kornelius dalam sebuah seminar asuransi di Kantor AAUI, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Di samping undang-undang yang tua, Kornelius juga menilai sistem jaminan yang dianut Jasa Raharja tidak menjamin kendaraan. Oleh karenanya, dia menilai perlu ada kajian mendalam yang melibatkan pelaku asuransi untuk mengurangi risiko material seandainya terjadi kecelakaan untuk dapat menerapkan sistem asuransi TPL.
“Jadi perlu pembaruan undang-undang dan programnya. Diperlukan kajian akademik oleh ahli hukum asuransi dari aspek hukum asuransi untuk dapat memberikan perlindungan yang lebih baik dan holistik dan sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya,” ujarnya.
Baca Juga: Ini Dia Bukti Keberhasilan Jasa Raharja Tangani Mudik 2024
Sistem asuransi TPL dinilai perlu, mengingat nilai-nilai luhur yang dipegang kuat oleh masyarakat Indonesia. Karena, peraturan tentang TPL perlu dikaji seksama untuk menghasilkan regulasi yang sesuai dengan konteks social budaya.
Mengacu pada Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), tutur Kornelius, untuk mewujudkan asuransi wajib TPL harta benda diperlukan kerja sama antara pelaku industri, lembaga eksekutif, dan legislatif.
“Untuk mewujudkan asuransi wajib TPL untuk harta benda, maka diperlukan juga peraturan pemerintah dan diperlukan persetuajuan dari DPR. Untuk ini diperlukan kerja sama AAUI dengan OJK dan pemerintah dan stakeholder,” pungkasnya.
Mengacu pada data yang dirilis Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), tercatat pembayaran klaim kendaraan bermotor mencapai Rp7 triliun pada tahun 2023. Pembayaran klaim kendaraan bermotor sejalan dengan data Korp Lalu Lintas (Korlantas) yang mencatat julmah korban kecelakaan hingga 148 ribu kasus di tahun 2023.
Sementara menurut data dari Kementerian PPN/BAPPENAS, kerugian ekonomi akibat kecelakaan LLAJ diperkirakan mencapai hampir 20% dari dari APBN Indonesia atau pada tahun 2021 setara dengan Rp492,1 – 526,1 triliun dengan total APBN mencapai Rp2.750 triliun.
Baca Juga: Dirut Jasa Raharja Rivan A Purwantono: Kolaborasi Kunci Kecepatan Santunan Korban Laka Bus Ciater
Founder Jakarta Defensive Driving, Jusri Pulubuhu menekankan, korban jiwa, luka-luka, maupun kerugian material akibat kecelakaan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Karenanya, dia menilai perlu adanya proteksi asuransi baik bagi pengendara maupun korban. Proteksi asuransi itu juga didukung dengan adanya KUHP pasal 1365, di mana tiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang karena kesalahannya itu mengganti kerugian tersebut.
Hal ini menjadi dasar, dibutuhkannya proteksi asuransi wajib TPL atas risiko kecelakaan lalu lintas yang dapat mengakibatkan korban jiwa, kerugian, atau kerusakan harta benda.
"Seminar ini dilaksanakan untuk mempersiapkan para pelaku industri asuransi untuk mendukung third part liability sebagai asuransi wajib serta meningkatkan literasi masyarakat pentingnya proteksi atas berbagai resiko lalu lintas," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: