Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ini Kriteria MUI soal Produk Terafiliasi Israel yang Wajib Diboikot

        Ini Kriteria MUI soal Produk Terafiliasi Israel yang Wajib Diboikot Kredit Foto: Instagram/Cholil Nafis
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        MUI mengaku sedang mengkaji produk apa saja yang terafiliasi dengan Israel, upaya ini untuk memperjelas sehingga publik bisa mengetahui dan menghindari produk tersebut. 

        Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI, Cholil Nafis, menyatakan kaijan tersebut diharapkan dapat meyakinkan publik tentang produk mana saja yang terafiliasi, sehingga konsumen tidak membeli sebagai bentuk dukungan kepada Palestina dan perlawanan atas agresi Israel.

        "Nanti kami akan kaji untuk bikin aplikasi atau menyebut nama-nama (produk) yang berafiliasi. Itu tidak mustahil, tapi kami masih mengkajinya untuk lebih detailnya,” ujar Cholil dalam acara Forum Ukhuwah Islamiyah di Jakarta Barat, Rabu (31/7/2024). 

        Dia membenarkan banyak informasi tersebar di media sosial mengenai daftar produk-produk terafiliasi dengan Israel.

        Namun, Cholil mengaku daftar tersebut bukanlah dari MUI. Saat ini, pihaknya belum bisa memutuskan dan menyebutkan produk-produk tersebut karena butuh penelaahan terlebih dahulu.

        “Saya pikir (nama produk) itu sudah banyak menyebar, sudah banyak tahu, beberapa minuman itu. Banyak yang benar dan itu bisa dicek di dalam keterangan yang berafiliasi ke Israel,” kata dia.

        Meski belum menyebut nama produk, MUI sudah memiliki lima kriteria produk yang terafiliasi Israel. Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Ukhuwah, Arif Fahrudin, menyatakan kriteria ini bisa menjadi panduan bagi masyarakat untuk tidak membeli produk tersebut.

        Lima kriteria tersebut meliputi;

        1. Saham mayoritas dan pengendali perusahaan dimiliki oleh pihak yang memiliki afiliasi dengan Israel.

        2. Pemegang saham pengendali perusahaan adalah entitas asing yang memiliki bisnis aktif di Israel.

        3. Sikap politik pengendali perusahaan mendukung kebijakan genosida dan agresi Israel terhadap Palestina.

        4. Nilai-nilai yang dianut produsen bertentangan dengan nilai-nilai agama, Pancasila, dan UUD 1945, seperti LGBT, terorisme, dan ultraliberalisme.

        5. Sikap dan pernyataan politik serta ekonomi perusahaan, termasuk perusahaan induk global, yang mempertahankan investasi di Israel.

        “Ini bisa jadi acuan, panduan buat masyarakat bisa tahu mana saja produk, perusahaan yang terafiliasi. Dengan begitu, maka sepatutnya untuk tidak membeli atau mengonsumsi produk tersebut,” ujarnya.

        Arif menjelaskan, kriteria tersebut merupakan turunan dari Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina.

        Karena itu, dia berharap gerakan boikot ini harus terus dilanjutkan secara massif, tidak hanya di kalangan umat Islam, tetapi bisa menyeluruh lintas agama sebagai bentuk perlawanan terhadap Israel.

        Dia pun tak menampik jika di media sosial sudah banyak muncul nama-nama produk tersebut.

        Arif juga meminta masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam tidak hanya memboikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel. Kebijakan tersebut dikritik oleha hendaknya juga memboikot produk atau perusahaan multinasional asal asal negara-negara Islamofobia dan pendukung LGBT.

        Seperti diketahui, pada September tahun lalu, Menteri Olahraga Prancis, Amelie Oudea-Castera, mengonfirmasi bahwa hijab dilarang untuk semua tim Prancis di Olimpiade yang sedang berlangsung sekarang, di bawah prinsip-prinsip sekularisme Prancis, yakni laicite. Kebijakan tersebut dikritik oleh Kantor HAM PBB dan Komite Olimpiade Internasional (IOC).

        Jika dikaitkan dengan mayoritas masyarakat Indonesia yang Muslim, menurut Kiai Arif, maka boikot juga bisa ditujukan ke perusahaan multinasional Prancis yang beroperasi dan meraup profit besar dari sekitar 270 juta rakyat Indonesia.

        "Pelarangan-pelarangan hak asasi seperti itu kan mengurangi hak asasi manusia yang sangat mendasar. Dan itu tidak boleh dilakukan. Maka dari itu, kalau sampai ada perusahaan yang jelas-jelas berasal dari kawasan atau negara manapun yang terlihat jelas melakukan pelanggaran HAM, apalagi pelanggaran hak dasar beragama, ya kita harus bersikap," kata Kiai Arif. 

        Artinya, kata dia, masyarakat Indonesia masih bisa menggunakan produk-produk lain yang bukan berasal dari negara yang Islamofobia.

        "Kenapa kita harus menjadi makmum kepada perusahaan yang berasal di negara yang Islamfobia? PBB sendiri sudah jelas, tegas, untuk melarang Islamofobia kan?," ucap dia. 

        Saat ditanya soal perusahaan multinasional asal Perancis yang saat ini beroperasi di Indonesia, Kiai Arif tidak menjawabnya secara gamblang. Dia hanya menyebutkan inisial perusahaannya.

        "Ya, yang sudah sangat jelas itu nanti bisa kita lihat lagi perusahaan-perusahaan yang dari sana. Oh iya, inisialnya DN. Ini perusahaan ya. Pokoknya itu salah satunya ya," kata Kiai Arif.

        Jika perusahaan tersebut juga terafiliasi dengan Israel, kata dia, maka sudah jelas umat Islam harus menolaknya. "Tolak, jelas itu. Sudah sangat jelas pandangan MUI dengan fatwa nomor 83 tahun 2023 itu dan juga fatwa keputusan Ijtima Ulama tahun nomor 14 bahwa menolak segala yang terafiliasi dengan Israel," jelas dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: