Pegiat media sosial Eko Kuntadhi menilai kehadiran Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2024 bisa membangkitkan kembali sentimen rasial, agama, dan berisiko bagi calon yang diusung PDIP di daerah lain.
Karena Pilkada 2024 digelar serentak di seluruh wilayah Indonesia, sehingga jika kemunculan Ahok menimbulkan sentimen rasial dan agama seperti yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017, maka calon PDIP di daerah lain akan terimbas.
Baca Juga: Salah PKS Sendiri Rugi Dukung Anies di Pilpres 2024, Kok Bisa?
"Tapi kita juga ingat kehadiran Ahok mungkin saja membangkitkan kembali sentimen rasial, membangkitkan kembali sentimen agama, dan tentu ini berisiko, bayangin ya Pilkada serentak terjadi di hampir semua di seluruh Indonesia 500 sekian kabupaten kota ada sekian 30 sekian provinsi yang melakukan Pilkada serentak," ucapnya, dikutip dari YouTube 2045 TV, Kamis (5/9).
"Bayangkan sebuah kejadian di satu daerah dampaknya bukan cuma di daerah itu saja, akan merembet ke daerah-daerah lain, kalau misalnya terjadi guncangan di Pilkada Jakarta bawa-bawa lagi isu agama tentu akan merembet pada calon-calon PDI yang di daerah lain yang akan terimbas pada isu itu, oleh karena itu barangkali Pak Ahok akhirnya kemudian tidak dipilih," imbuhnya.
Diketahui, PDIP mengusung Pramono Anung-Rano Karno sebagai cagub-cawagub di Pilkada DKI Jakarta 2024.
Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus mengungkapkan pertimbangan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri memilih keduanya. Ia mengatakan Pramono-Rano Karno menjadi jalan tengah di tengah senter nama Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sehingga bisa menyatukan kedua basis pendukung yang berbeda.
"Bisa disebut beliau (Pramono Anung-Rano Karno) menjadi jalan tengah yang kemudian nanti bisa diharapkan mem-bridging antara dua kelompok ini," kata Deddy kepada wartawan di DPP PDIP, Rabu (28/8/2024), dikutip dari Detik.
Ia mengatakan PDIP telah menganalisa siapa dan bagaimana pendukung Anies maupun Ahok ketika Pilkada berjalan, dan meyakini adanya pertentangan, sehingga diambil jalan tengah untuk menyatukan.
"Kita menyadari kemudian bahwa dua kutub ini sangat ekstrem perbedaannya. Kelompok pendukung Pak Ahok, kelompok pendukung Pak Anies. Sehingga kemudian muncullah alternatif itu kembali Pak Pramono Anung sebagai jalan tengah dari dua kutub ini," jelasnya.
"Pendukung Ahok ini kan banyak dari kelompok minoritas, banyak dari kelompok-kelompok yang ingin perubahan dari kemapanan, ingin yang namanya birokrasi bersih, public services yang efektif, gitu kan. Sementara di kubu Pak Anies banyak yang kemudian sangat peduli dengan isu agama, isu rohani, bagaimana membangun kultur keagamaan yang kuat, misalnya. Bagaimana keberpihakan terhadap pengusaha pribumi, mungkin seperti itu," sambungnya.
Karena hal tersebut, pilihan jatuh kepada Pramono-Rano Karno. "Jadi ini nanti yang mudah-mudahan dengan kebesaran hati Pak Ahok, Pak Anies, ada Mas Pram dan Pak Rano, misalnya, yang kemudian bisa menjadi jembatan," lanjutnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya