- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Lesunya Permintaan Global, GAPKI Desak Revisi Bea Keluar dan Pungutan Ekspor CPO
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, menjelaskan bahwa lesunya pasar global terhadap permintaan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) disebabkan oleh para negara importir utama, seperti China, masih mempunyai stok yang tinggi.
Hal itulah yang membuat GAPKI meminta kepada pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan bea keluar (BK), pungutan ekspor (PE) dan domestic market obligation (DMO) untuk ekspor minyak kelapa sawit di tengah tren harga yang cenderung melamban.
Baca Juga: Harga CPO Terus Naik, Sentuh Level Tertinggi Sejak Juli 2024
"Masalah pasar lesu ini terjadi karena negara importir masih mempunyai stok yang tinggi, contoh China. Lalu, dengan adanya kenaikan import duty dari India, ini juga dapat menyebabkan ekspor kita menurun," kata Eddy, Jumat (27/9/2024).
Kendati demikian, pihaknya juga berharap ada angin segar bagi ekspor Indonesia khususnya dalam meningkatkan daya saing di pasar global dengan keputusan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menetapkan kebijakan pemangkasan terbaru terkait pungutan ekspor CPO tersebut.
"Dengan kebijakan baru tersebut dengan average harga patokan ekspor [HPE] US$839,53 [per metrik ton] untuk CPO PE turun 27%; crude palm kernel oil [CPKO] turun 27%; refined palm oil [RPO] turun 35; seharusnya ini cukup membantu untuk mendorong ekspor," ujarnya.
Untuk diketahui, pangsa pasar CPO dan produk derivatif nya pada Juli 2024 mengalami pergeseran, berbanding lurus dengan kian tingginya permintaan komoditas andalan ekspor nonmigas tersebut untuk proyek mandatory biodiesel di dalam negeri.
Baca Juga: Ekspor CPO RI Bakal Dipangkas Secara Bertahap Menyusul Simulasi B50
Sementara itu, berdasarkan laporan terbaru dari GAPKI, konsumsi CPO dalam negeri sendiri mengalami kenaikan hingga 90.000 ton menjadi 2,03 juta ton pada Juli dari 1,94 juta ton bulan sebelumnya.
Dalam keterangan yang sama, Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono, menerangkan bahwa elaborasi serapan CPO untuk kebutuhan biodiesel naik menjadi 1,03 juta tonpada Juli, dari 898.000 ton pada Juni. Sebaliknya, konsumsi CPO untuk keperluan industri pangan justru turun 40.000 ton dan untuk oleokimia anjlok 7.000 ton.
"Secara year on year sepanjang Januari—Juli 2024, konsumsi CPO dalam negeri mencapai 13,51 juta ton atau naik 2,17%. Konsumsi untuk pangan mencapai 5,76 juta ton atau 5,18% lebih rendah dari tahun lalu, oleokimia 1,30 juta ton atau lebih rendah 2,11%, sedangkan biodiesel 6,44 juta ton atau 10,84% lebih tinggi dari tahun lalu," paparnya melalui laporan terbaru GAPKI yang dikutip Warta Ekonomi, Jumat (27/9/2024).
Baca Juga: BPDPKS Masih Evaluasi Turunnya Pungutan Ekspor CPO, Biodiesel Terancam Tak Lanjut?
Namun, seiring dengan kian naiknya permintaan minyak sawit untuk biodiesel dalam negeri, kinerja ekspor CPO dan produk turunannya justru terus mengalami penurunan.
Penurunan ekspor CPO dan produk turunannya tersebut merosot menjadi 2,24 juta ton pada Juli 2024 dari 3,38 juta ton bulan sebelumnya atau turun sebesar 1,14 juta ton setelah naik pada sebelumnya dengan 1,42 juta ton.
Baca Juga: Hanya Sementara, Ekonom Ragukan Efek Pemangkasan Pungutan Ekspor CPO
"Penurunan terbesar terjadi pada produk olahan CPO yang turun sebesar 648.000 ton dari 2,23 juta ton pada Juni menjadi 1,58 juta ton pada Juli, diikuti CPO yang turun dengan 477.000 ton menjadi 174.000 ton," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar