Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera memanggil sejumlah pihak terkait guna menyelidiki dugaan penyalahgunaan importasi gandum pangan (food wheat) untuk bahan pakan ternak (feed wheat). Dalam seminggu terakhir, isu ini semakin mencuat setelah muncul dugaan penggunaan gandum yang seharusnya diperuntukkan untuk pangan, namun disalurkan untuk pakan ternak.
Komisioner KPPU, Hilman Pujana, mengonfirmasi bahwa lembaganya akan mengundang berbagai pemangku kepentingan, termasuk Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Kementerian Pertanian (Kementan), serta regulator lainnya. "Ini dalam upaya memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah terkait dugaan persaingan usaha yang tidak sehat di antara para produsen pakan dalam mempergunakan gandum sebagai bahan utama pakan ternak," ujar Hilman dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (17/10).
Baca Juga: Pakar Minta KPPU Lebih Jeli Selesaikan Aduan Terkait RPM
Hilman menjelaskan bahwa secara regulasi, impor gandum pangan tidak dikenakan bea masuk, berbeda dengan gandum pakan yang dikenakan tarif bea masuk sebesar 5%. "Ada sebagian pengusaha yang tertib sesuai peruntukan mempergunakan gandum pakan dengan bea masuk sebesar 5% untuk bahan baku pakan ternak. Tetapi ada juga informasi dugaan rembesnya gandum pangan dengan bea masuk 0% tetapi digunakan sebagai bahan pakan ternak," jelasnya.
Menurut Hilman, selisih bea masuk ini menjadi celah yang disinyalir menjadi penyebab persaingan usaha tidak sehat di antara produsen pakan. "Sehingga perlu pengawasan supaya tidak terjadi peruntukan importasi gandum yang tidak sesuai. Perlu pengawasan ketat secara berkesinambungan baik melalui penguatan regulasi yang mengatur distribusi gandum dan juga implementasi pengawasan dan penegakan hukum," tambahnya.
Baca Juga: KPPU Makin Perketat Pengawasan Kemitraan Sawit
KPPU juga saat ini tengah memeriksa laporan terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang berkaitan dengan komoditas gandum. Penyelidikan ini fokus pada peningkatan data importasi gandum sejak 2015, yang disebut Hilman terdapat selisih besar antara jumlah impor dengan kebutuhan gandum oleh industri tepung terigu. "Apakah ada industri baru yang menyerap gandum begitu besar selain dari industri tepung? Dari informasi yang diterima, sebagai contoh di tahun 2023 ada selisih sekitar 2 juta ton antara impor gandum dan kebutuhan gandum industri tepung," ungkapnya.
Dari analisis sementara, KPPU melihat masih ada kekosongan regulasi dalam hal pengawasan dan peredaran gandum di Indonesia. "Perlu diatur hal-hal seperti labeling atau pencantuman kode Harmonized System (HS) pada kemasan yang dapat menunjukkan apakah peruntukan gandum pangan dan pakan sudah tepat," tutur Hilman.
Ia juga menekankan pentingnya regulasi yang tegas dalam implementasi pengawasan di lapangan. "Perlu adanya kejelasan siapa yang bertugas mengawasi dan sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku usaha yang melanggar," tutup Hilman.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: