Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mengejar Indonesia Emas 2045 dari Dunia Kesehatan, Inspirasi dari dr. Domy Sang Inovator 'Brush Suction'

        Mengejar Indonesia Emas 2045 dari Dunia Kesehatan, Inspirasi dari dr. Domy Sang Inovator 'Brush Suction' Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menuju 100 tahun kemerdekaan, merajut asa dan membangun cita-cita menjadi Indonesia Emas 2045 merupakan harapan dan tujuan kita semua.

        Inovasi dan kemandirian teknologi menjadi salah satu tombak untuk mendobrak kemajuan. Namun, sayangnya saat ini Global Innovation Index (GII) 2024 Indonesia berada di peringkat ke-54 dari 133 negara, yaitu dengan skor 30,6.

        Sebenarnya, index tersebut mengalami kenaikan tujuh peringkat dibandingkan periode sebelumnya (WIPO,2024). Sayangnya, capaian tersebut masih belum strategis untuk membawa Indonesia menjadi negara maju. Oleh karena itu, pemerintah menginisiasi salah satu strategi yaitu mendorong penggunaan komponen lokal dalam berbagai sektor industri yang biasa kita dengar “TKDN”. 

        Salah satu sektor yang turut menggaungkan TKDN adalah sektor kesehatan. Hal ini tercermin dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 17 Tahun 2021, yang mengatur penyediaan alat kesehatan dengan prioritas pada produk memenuhi TKDN. 

        Mengapa hal ini penting? Karena sektor kesehatan merupakan salah satu tolok ukur kekuatan sebuah negara, di samping bidang keamanan. Kebijakan ini dapat mendorong pertumbuhan industri lokal, memicu inovasi teknologi, serta meningkatkan kemandirian industri Kesehatan. Hal itu dapat mengurangi ketergantungan pada produk luar negeri.

        Bagi banyak orang, menciptakan inovasi kerap kali menjadi isu kontroversi. Hal serupa juga dialami oleh sosok di balik jas putih yang berjuang mendobrak inovasi di tengah pengabdian yang tak henti. 

        Di balik perjuangan seorang dokter, ada kisah tentang keberanian untuk mengubah takdir kesehatan masyarakat Indonesia. dr. Domy Pradana Putra, Sp.OT, bukan sekadar tenaga medis; ia adalah inovator yang percaya bahwa pengabdian tidak hanya tentang melayani pasien, melainkan juga berani menghadirkan solusi untuk masa depan yang lebih baik.

        Menggali kembali tekadnya di tahun 2018, sebagai seorang residen, dr. Domy harus menapaki jalan terjal untuk menggapai mimpinya. Ia yang harus mengabdi dengan pelayanan terbaik sebagai seorang dokter, menjalani masa residen demi menjadi dokter spesialis berdedikasi tinggi untuk menguasai keahlian mendalam di bidangnya, serta menjadi seorang insan yang memiliki mimpi menciptakan sesuatu bermanfaat bagi banyak orang. 

        Jalan yang ditempuh dr. Domy penuh liku dengan banyak kendala dihadapi, mulai dari minimnya dukungan fasilitas hingga pandangan skeptis dari orang lain.

        Baca Juga: Makin Tak Terkendali, Industri Asuransi Perlu Waspadai Inflasi Biaya Kesehatan

        Tantangan semakin berat ketika dr. Domy harus mencari sumber daya sendiri dan berjuang membuktikan bahwa inovasi di bidang medis sangat diperlukan. Pulang tengah malam dan harus menjadi dokter jaga di pagi hari juga harus dirasakan.

        dr.Domy memperkenalkan inovasinya berupa “brush suction” kepada publik untuk pertama kalinya saat berada di semester 8 melalui perlombaan IndoHCF. Saat itu, sebagai residen, ia melihat salah satu kesulitan yang dialami saat proses operasi yang menyedot cairan di luka maupun kotoran lainya menggunakan alat yang bernama “Suction”.

        Alat ini terdapat tiga bagian: bagian ujung (tip), selang, dan mesin suction. Pada suction konvensional, terbuat dari stainless steel yang membuat alat tersebut tidak fleksibel dalam menjangkau bagian kecil pada tubuh seperti lipatan otot.

        Karena terbuat dari bahan yang stainless, efek sampingnya adalah traumatik. Lubang yang dimiliki oleh suction konvensional saat ini hanya memiliki satu lubang tanpa penyaring, sehingga alat sering kali partikel yang masuk membuat sumbatan pada selang suction.

        Melalui observasi dan keresahanya sebagai residen, ia ingin mewujudkan suction yang nontraumatik, fleksibel dan terdapat penyaring pada bagian ujungnya sehingga nantinya ia dapat memudahkan dokter sejawat dalam menangani pasien dan mengurangi traumatik pada pasien.

        Namun, setiap kali ia mencoba berdiskusi tentang keresahan dan ide inovasinya, seringkali yang diterima justru pandangan negatif dan sikap meremehkan. Hingga terbesit, “Apakah ini memang jalan yang benar?”. 

        Pada tahun 2021, setelah menyelesaikan pendidikan spesialis ortopedi, ia meneruskan perjalanan untuk menemukan pihak yang dapat membantu mewujudkan mimpinya. Pencarian tersebut akhirnya membawanya bertemu dengan sebuah perusahaan yang mampu mengembangkan produk inovasinya ke tahap produksi massal. Namun, dalam perjalanannya, ia menghadapi tekanan mental yang luar biasa. Kehilangan kedua orang tua di tengah perjuangannya menjadi salah satu titik terberat dalam hidupnya. 

        Hingga di tahun 2024, ia bisa mewujudkan “Domy Brush Suction” yang diproduksi secara massal. Peluncuran inovasi ini juga disambut hangat oleh Kemenkes, yang dihadiri Dirjen Farmalkes.

        “Saya belajar bahwa saat berhasil, orang hanya melihat hasil akhir, bukan proses yang penuh perjuangan dan air mata,” katanya sambil mengenang perjuangannya yang berlapis-lapis tantangan.

        Komitmennya tak hanya berhenti disitu, ia bahkan menjalin kerja sama dengan berbagai institusi, seperti universitas dan lembaga penelitian lain untuk menggerakkan langkah inovasi yang selanjutnya.

        Ia juga ingin membuka akses bahwasanya dokter RSUD pun mampu berinovasi. Baginya, inilah cara untuk mengabdi kepada masyarakat.

        “Pengabdian tidak melulu soal memberikan pelayanan medis, tetapi juga menciptakan solusi kesehatan yang bermanfaat,” katanya. 

        Harapan dokter muda itu adalah agar semakin banyak institusi kesehatan mendukung tenaga medis dalam berinovasi. Ia berharap pemerintah dan institusi pendidikan di Indonesia memberikan akses lebih luas untuk tenaga kesehatan yang ingin mengembangkan ide-ide mereka, tanpa perlu menunggu dana hibah atau bantuan dari sektor teknis, sehingga pengabdian harmoni untuk negeri akan menjadi lebih nyata dan berkelanjutan.

        Sosok dokter itu juga menekankan pentingnya sinergi antara tenaga medis dan insinyur untuk bersama-sama mengembangkan produk kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan medis dan terjamin keamanannya.

        Baca Juga: Ahli Kedokteran Hingga Petani Layangkan Protes atas Kebijakan Menkes

        Cerita dr. Domy adalah sebuah refleksi dari arti pengabdian yang sebenarnya. Dalam perjuangannya, ia telah melewati banyak hambatan, baik secara profesional maupun personal. Namun, dedikasi dan komitmennya membuktikan bahwa pengabdian sejati dalam dunia kesehatan bukan hanya tentang memberikan layanan medis, tetapi juga menciptakan sesuatu yang dapat berdampak luas bagi masyarakat.

        “Jangan pernah menunggu untuk memulai sesuatu. Jangan pernah merasa harus menjadi senior atau ahli dulu untuk berinovasi. Mulailah sekarang, karena pengabdian adalah tentang memberi yang terbaik untuk masyarakat,” pesan dr. Domy untuk generasi muda. 

        Melalui perjuangan dan inovasinya, dr. Domy telah menunjukkan bahwa pengabdian tenaga kesehatan adalah proses panjang yang tidak hanya membutuhkan keahlian, tetapi juga keberanian untuk melawan batasan yang ada.

        Jika komitmen ini dimiliki setiap warga Indonesia, Indonesia Emas 2045 bukan lagi mimpi, melainkan kenyataan yang bisa dicapai. Karena kontribusi setiap insan negara sangat berharga demi kemajuan negara itu sendiri. Sinergi dan kolaborasi pemerintah dengan warga negaranya menjadikan akses menuju negara maju, mandiri dan sejahtera. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: