Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        PP Kesehatan Dinilai Ancam Petani Tembakau, Prabowo Diminta Tinjau Ulang

        PP Kesehatan Dinilai Ancam Petani Tembakau, Prabowo Diminta Tinjau Ulang Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
        Warta Ekonomi, Surabaya -

        Petani di sentra-sentra tembakau mendukung penuh upaya Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, salah satunya melalui pengembangan sektor-sektor strategis seperti pertanian dan perkebunan. Dengan target itu, petani tembakau optimistis semakin dapat bertumbuh dan berdaya saing. 

        Ketua Dewan Pengurus Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPC APTI) Kabupaten Bandung,Sambas mengatakan,  selama ini para petani di wilayahnya konsisten memberdayakan dua komoditas sekaligus yakni,  tembakau dan kopi sebagai upaya meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan. Pasalnya kopi dan tembakau merupakan komoditas yang mampu mengantisipasi kegagalan tanaman padi dan palawija.

        Baca Juga: Ramai di Twitter, Aturan Restriktif Soal Tembakau jadi Bahasan Publik Lewat Tagar #KemenkesBikinPolemik

        “Di Kabupaten Bandung, sejak September lalu, banyak sawah yang tidak bisa panen karena faktor cuaca. Tapi kerugian petani tergantikan dengan hasil panen tembakau yang baik.Tembakau menjadi tanaman andalan petani di musim kemarau. Kualitas dan harga yang baik membuat petani tetap berdaya dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidup,” terang Sambas dalan keterangan resmi pada Warta Ekonomi di Surabaya, Jumat (8/11/2024)

        Namun kata Sambas, optimisme petani di Kabupaten Bandung untuk terus meningkatkan produktivitas lahan tembakaunya terhalang oleh peraturan terkait pasal-pasal pertembakauan di PP No.28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes).

        Untuk diketahui, saat ini, sebanyak 17 dari 32 kecamatan di Kabupaten Bandung mengandalkan perekonomiannya dari budidaya tembakau. Total seluas 761 hektare lahan pertanian tembakau di Kabupaten Bandung. 

        “Seluruh kecamatan tersebut menghasilkan sekitar 6.800 ton tembakau kering yang kemudian dijual dalam bentuk tembakau rajangan dan krosok,” kata Sambas. 

        Baca Juga: Industri Tembakau Terancam PHK, Serikat Pekerja Minta Pemerintah Segera Bertindak!

        “Saat ini yang kami takutkan, tembakau selama ini yang termasuk jadi komoditas unggulan daerah kami, namun dengan peraturan yang menekan seperti ini, tembakau kami tidak bisa diperjualbelikan lagi di kemudian hari. Mau ke mana, kami jual hasil perkebunan kami? Kami berharap Pak Presiden Prabowo bisa melindungi sumber mata pencaharian kami,” lanjutnya.

        Sambas dan rekan-rekan petani lainnya juga mengungkapkan, kekhawatirannya atas dorongan berbagai aturan yang menekan sisi hilir yaitu industri tembakau yang menyerap hasil panen mereka. Salah satu aturan yang meresahkan petani tembakau yaitu terkait standarisasi kemasan rokok tanpa merek. Padahal tidak ada sektor industri lain yang mampu menyerap hasil panen tembakau, termasuk jenis varietas unggulan asal Kabupaten Bandung seperti Kayangan, Simojang dan Himar.  

        "Dengan memaksakan aturan standarisasi kemasan rokok tanpa merek ini maka sama saja dengan membunuh petani karena kedepan produk legal akan mudah dipalsukan," paparnya.

        Baca Juga: Kadin Jatim Minta Presiden Prabowo Batalkan Kebijakan Kemenkes yang Mengancam Industri Hasil Tembakau

        Hal Senada juga diungkapkan Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) APTI, Mahmudi, selama ini, para petani tembakau, dengan inisiatif masing-masing telah melakukan tumpang sari tembakau. Menyandingkannya dengan komoditas pendamping seperti kopi, cabai, bawang merah dan labu kuning. Langkah ini dilakukan agar lahan tetap produktif sekaligus meningkatkan pendapatan petani. 

        “Pada prinsipnya, para petani selalu mengupayakan segala strategi agar lahannya tetap produktif. Tujuannya demi kesejahteraan keluarga. Sudah sejak lama, petani tembakau juga mengembangkan prinsip tumpang sari. Dengan demikian, kebutuhan pangan terpenuhi, mandiri dan penghasilan petani juga otomatis ikut bertambah. Memang, menanam denga metode tumpang sari juga harus disesuaikan dengan tingkat kecocokan tanah di daerahnya masing-masing,” jelas Mahmudi.

        Petani tembakau asal Jawa Timur ini juga sependapat bahwa para petani tembakau mendukung penuh program visi misi Presiden Prabowo untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Namun, Mahmudi khawatir, aturan di sisi hilir malah menjadi kendala ditengah semangat petani menanam tembakau yang memberikan keuntungan dan membawa kesejahteraan. Rancangan Permenkes Tembakau yang terus dibahas kontradiktif dengan tujuan Pemerintahan Prabowo yang bercita-cita mensejahterakan petani. 

        “Kami sangat berharap, di bawah pemerintahan Bapak Presiden Prabowo Subianto dapat mewujudkan ketersediaan dan akses pupuk bagi petani untuk meningkatkan produksi, produktivitas panen dan hasil pertanian, serta pendapatan dan kesejahteraan petani. Termasuk bagi petani tembakau yang saat ini dikepung dengan peraturan-peraturan yang sangat menekan di hilir karena ujungnya memukul serapan petani di hulu. Terutama terkait pengaturan produk tembakau yang sedang dikebut penyusunannya oleh Kemenkes tanpa melibatkan dan melihat dampaknya pada petani,” tegas Mahmudi. 

        Baca Juga: Aturan Terbaru Kemenkes Dinilai Double Standard, Ekonom Desak Prabowo-Gibran Dengarkan Kebutuhan Industri Tembakau

        “Di tengah kondisi ekonomi yang sulit ini, semua barang kebutuhan serba mahal, kami berharap Bapak Presiden Prabowo Subianto dapat bijaksana, meninjau ulang PP Kesehatan dan menghentikan pembahasan seluruh pasal-pasal pertembakauan dan turunan di R-Permenkes. Petani akan sangat terhantam kondisi ekonominya jika aturan-aturan tersebut terus dikebut tanpa memperhatikan nasib rakyat di akar rumput ini,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Mochamad Ali Topan
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: