Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M. Rizal Taufikurahman, mengungkapkan bahwa langkah merger dan akuisisi yang dilakukan oleh beberapa perusahaan akhir-akhir ini merupakan langkah strategis yang umum dilakukan oleh perusahaan di dunia usaha.
Menurut dia, ada beberapa perusahaan yang tercatat makin menguat usai melakukan merger dan akuisisi. Kebijakan merger tersebut menurut dia, bisa menjadi cara yang efektif untuk memperkuat posisi pasar dengan catatan ada tujuan yang jelas dan komitmen bersama.
“Pada dasarnya, merger dan akusisi adalah respons logis terhadap perubahan dan tuntutan pasar yang terus berkembang,” kata Rizal di Jakarta, Selasa, (24/12/2024).
Perusahaan yang melakukan merger dan akusisi secara historis berada dalam dua situasi yang berbeda. Dijelaskan oleh Rizal, yang pertama adalah ketika ekonomi sedang berada dalam fase sulit. Dan kedua, ketika perusahaan sedang berada dalam kondisi keuangan yang baik.
Dia memberi contoh akuasisi yang dilakukan oleh Xing Wang Group pada masa pandemi Covid-19 terhadap PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM).
Baca Juga: INDEF Sebut Cuma China yang Bisa Senggol Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Indonesia Mungkin?
Perubahan kepemilihan saham yang sebelumnya dimiliki oleh Hadrian Sridjaja tersebut membuka peluang bagi Xing Wang Group untuk mengambil alih bisnis serta memperluas operasi mereka di Indonesia.
Tercatat per 31 Desember 2020, laporan keuangan perusahaan tersebut merinci bahwa DH Corporation Ltd atau yang dahulu bernama Royal Chemie Corporation Limited ini merupakan entitas induk langsung dari TPDM.
Sementara itu per 31 Januari 2024, DH Corporation Ltd menggenggam 7,60 miliar saham TDPM. Jumlah tersebut mewakili sebanyak 72,50% dari total model perseroan perusahaan tersebut. sementara investor publik atau masyarakat menguasai saham sebanyak 27,50% atau setara 2,88 miliar.
Kendati peningkatan profit menjadi tujuan utama, Rizal mengungkapkan bahwa merger dan akuisis juga kerap dilakukan untuk tujuan strategis lainnya misalnya memperluas pasar, mendapatkan teknologi baru, serta mendiversifikasi bisnis guna meminimalisir risiko.
Rizal menilai jika langkah tersebut penting untuk menjaga stabilitas jangka panjang bagi perusahaan. Merger tersebut juga tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan semata, melainkan memastikan kelangsungan perkembangan perusahaan di tengah tantangan pasar yang cukup dinamis. Misalnya, merger yang dilakoni antara Gojek dan Tokopedia yang membentuk entitas baru bernama GoTo.
Untuk diketahui, merger yang melahirkan GoTo tersebut kini melahirkan ekosistem teknologi terbesar di Indonesia dengan layanan yang mencakup beberapa platform seperti keuangan digital, e-commerce, serta transportasi.
Menurut dia, GoTo menjadi bukti sinergi nyata dan tepat sehingga dapat menciptakan nilai tambah yang besar. Bagi perusahaan, konsumen, hingga perekonomian secara keseluruhan.
Pasca pandemi, imbuhnya, aktivitas perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi tak hanya berfokus pada tahap bertahan saja, melainkan juga berupaya untuk mengembangkan perusahaan melalui konsolidasi yang jauh lebih strategis.
Merger dan akusisi usai pandemi, kata Rizal, kini ditopang oleh teknologi serta inovasi yang menjadi pendorong utama. Hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi selama pandemi yang lebih menekankan pada efisiensi biaya serta penyesuaian mendadak terhadap kondisi krisis berkepanjangan.
Misalnya, seperti baru-baru ini terjadi, merger antara PT XL Axiata Tbk (EXCL) dengan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN). Menurut Rizal, merger tersebut merupakan indikasi tren konsolidasi industri sebagai respons terhadap tingginya permintaan akan layanan data dan digitalisasi.
“Dengan investasi yang lebih efisien dan strategi bisnis yang terintegrasi, merger antara XL Axiata dan Smartfren berpotensi memberikan manfaat ekonomi yang signifikan dan merubah lanskap industri,” jelas Rizal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat