Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pendapatan Negara Tertekan, Pemerintah Hadapi Defisit Lebih Dini di 2025

        Pendapatan Negara Tertekan, Pemerintah Hadapi Defisit Lebih Dini di 2025 Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggaran negara Indonesia tergelincir ke zona merah lebih cepat dari biasanya. Pada triwulan pertama 2025, defisit fiskal tercatat sebesar -0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih awal dibandingkan Mei 2024 dan Oktober 2023. Kondisi ini mencerminkan tekanan pada sisi penerimaan negara yang belum mampu menyesuaikan diri dengan tantangan baru.

        Dari sisi pendapatan, penerimaan kumulatif Januari hingga Maret 2025 turun 13,6% dibanding periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini memang membaik dibandingkan kontraksi 21% pada dua bulan pertama tahun ini, namun tetap jauh dari performa impresif dua tahun terakhir, yang mencatat rata-rata kenaikan 30% pada kuartal pertama.

        Penurunan juga tampak signifikan di pendapatan bukan pajak yang amblas 26% secara tahunan pada Maret, jauh lebih dalam daripada penurunan 4% di Februari, terutama karena pelemahan harga komoditas dan sumber daya.

        Baca Juga: Indonesia Terang Benderang: Ekonom Sebut Danantara Game Changer Investasi Nasional

        Penerimaan pajak sejauh ini baru mencapai dua pertiga dari target bulanan ideal untuk memenuhi keseluruhan target tahun 2025. Pajak dalam negeri bahkan baru mencapai 60%, menandakan perlunya lonjakan penerimaan yang signifikan dalam sembilan bulan mendatang.

        Salah satu faktor penyebab lemahnya penerimaan adalah gangguan teknis yang terjadi akibat peluncuran sistem perpajakan baru, Coretax, yang diperkenalkan pada Januari 2025.

        Sistem ini belum sepenuhnya optimal dalam menangkap data yang relevan. Di sisi lain, tren moderasi konsumsi dan perlambatan pendapatan juga berdampak negatif pada pengumpulan pajak penghasilan yang kembali mencatat penurunan dua digit.

        Sementara itu, belanja negara sedikit tumbuh 1,4% secara tahunan pada kuartal pertama, berbalik dari penurunan 7% di dua bulan pertama. Menurut Bank DBS, lambatnya penyaluran program kesejahteraan menjadi salah satu penyebabnya.

        Program Makan Bergizi Gratis disebut telah selesai, sementara program lain masih dalam tahap eksekusi. Di sisi lain, rencana pemangkasan anggaran juga mulai dilaksanakan yang turut mempengaruhi tren belanja pemerintah.

        Baca Juga: RI Optimis Mampu Capai Target Ekonomi 8% dan Transisi Energi dengan Dukungan Inggris dkk

        Dalam konteks APBN 2025, beberapa asumsi makro tampaknya perlu direvisi. Nilai tukar rupiah saat ini telah melemah di bawah asumsi pemerintah yang berada di kisaran Rp16.100 per dolar AS.

        Di sektor energi, asumsi harga Minyak Mentah Indonesia sebesar USD82 per barel terlihat terlalu optimis, sementara harga Brent saat ini hanya sekitar USD65 per barel. Perbedaan asumsi juga kemungkinan terlihat pada proyeksi pertumbuhan dan inflasi.

        Untuk mendongkrak pendapatan, pemerintah tengah mempertimbangkan peningkatan royalti bagi perusahaan pertambangan, termasuk komoditas seperti nikel (dari 10% menjadi 14-19% untuk bijih) dan tembaga.

        Pasar kini menantikan pembaruan anggaran pada pertengahan tahun, yakni antara Juni hingga Juli untuk melihat apakah ada perbaikan dari sisi penerimaan, atau justru perlu langkah rasionalisasi belanja lebih lanjut.

        Baca Juga: Antisipasi Tarif Dagang AS, RI Bentuk Satgas dan Siapkan Paket Ekonomi

        Di tengah tekanan fiskal ini, harapan juga ditujukan pada peran badan investasi baru, Danantara. Badan ini telah menunjuk sejumlah nama besar di tingkat global ke dalam Dewan Penasihat, seperti mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra, pendiri Bridgewater Associates Ray Dalio, dan ekonom terkemuka asal AS, Jeffrey Sachs.

        Mereka akan langsung memberi masukan kepada Presiden Prabowo dalam upaya memperkuat kepercayaan terhadap strategi investasi badan tersebut.

        Baca Juga: Sisi Lain Perang Dagang AS-Tiongkok, Bos Danantara Justru Liat Sebagai Jalan Emas bagi RI!

        Sebagai catatan, Presiden Prabowo pada April lalu mengungkapkan bahwa Qatar telah menyatakan minat untuk berinvestasi sebesar USD2 miliar ke Danantara. Dana ini diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan pembiayaan awal badan tersebut yang memang cukup signifikan.

        Meskipun tekanan terhadap fiskal 2025 tampak meningkat, pemerintah masih memperkirakan defisit tetap terjaga di bawah ambang batas -3% dari PDB. Untuk saat ini, belum ada rencana untuk meningkatkan penerbitan obligasi sepanjang tahun.

        Namun, arah kebijakan ke depan akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi global, realisasi penerimaan, serta ketepatan pemerintah dalam mengeksekusi strategi fiskal yang adaptif.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Belinda Safitri
        Editor: Belinda Safitri

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: