Kredit Foto: Reuters/WANA/Tentara Iran
Pengamat transportasi Deddy Herlambang menilai rendahnya keterisian penumpang (load factor) dan minimnya rute menjadi penyebab utama tumbangnya maskapai berbiaya rendah (low-cost carrier/LCC).
Pernyataan ini disampaikan menanggapi tutupnya JetStar Airlines akibat tingginya biaya operasional di pangkalan Singapura. Menurut Deddy, bisnis penerbangan akan sulit bertahan secara finansial jika maskapai hanya menguasai sedikit rute.
"Maskapai baru seperti BBN Airlines juga masih ragu ekspansi karena hanya punya tiga rute. Indonesia Airline bahkan batal beroperasi. Bisnis ini tidak menarik bila hanya pegang 1–2 rute. Minimal 10 rute untuk bisa bertahan," ujarnya kepada Warta Ekonomi, Kamis (19/6/2025).
Baca Juga: Jetstar Tutup, Pengamat Ingatkan Maskapai Berbiaya Rendah Lakukan Ini agar Tak Bernasib Sama
Deddy juga menegaskan bahwa tingkat keterisian penumpang minimal harus mencapai 70% agar maskapai tidak merugi. "Manajemen load factor harus capai minimal 70%. Itu aman untuk produksi dan profit," jelasnya.
Meski demikian, Deddy menyebut pasar maskapai LCC di Indonesia masih luas, selama mampu menjaga efisiensi dan kuantitas penumpang.
Baca Juga: Kemenhub Soroti Dominasi Maskapai Asing di Penerbangan Haji dan Umrah, Minta Revisi UU Haji
“Penerbangan LCC tetap dibutuhkan karena mengandalkan kuantitas, bukan kualitas layanan yang mahal,” tutupnya.
Untuk diketahui, fenomena bangkrutnya maskapai LCC di Indonesia bukan hal baru. Sejumlah maskapai yang telah menghentikan operasionalnya di antaranya Simpati Air, Mandala Air, Adam Air, dan Batavia Air.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: