Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Rizki Handayani, mengungkapkan perluasan investasi yang diperlukan para pengusaha pariwisata saat membuka, "Forum Komunikasi Sinegi Pengembangan dan Permodalan Bagi Usaha Pariwisata di Movenpick Hotel, Jakarta beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data, pengeluaran terbesar wisatawan khususnya mancanegara masih didominasi oleh sektor akomodasi, makanan dan minuman, buah tangan, hiburan, serta paket tur lokal. Dengan rata-rata pengeluaran wisman per kunjungan pada 2024 mencapai 1.391,85 dolar AS.
Baca Juga: Ini Upaya Kemenpar Antisipasi Risiko di Destinasi Wisata pada Libur Sekolah 2025
“Sementara sektor lain juga mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan, seperti wellness yang di dalamnya meliputi spa hingga kosmetik. Belajar dari Korea Selatan dan Thailand, industri wellness kedua negara ini tumbuh sangat positif bahkan mampu menarik spending yang cukup besar,” kata Rizki, dikutip dari siaran pers Kemenpar, Selasa (24/6).
“Ini yang teman-teman di sektor pariwisata perlu meluaskan investasi agar mendatangkan wisatawan berkualitas,” kata Rizki melanjutkan.
Sehingga dirinya mendorong pelaku usaha untuk menciptakan produk barang atau jasa sesuai kebutuhan pasar. Bagaimana menciptakan produk yang bersifat reapeter, menghasilkan spending yang tinggi, dan membuat wisatawan lebih lama tinggal.
Plh. Kepala Badan Pusat Riset dan Inovasi Daerah, DKI Jakarta, Arimbi Putik, mengatakan penguatan ekosistem pariwisata harus dilakukan secara menyeluruh. Di antaranya dengan pengembangan akses pasar dan permodalan bagi pelaku usaha pariwisata yang menjadi faktor sangat krusial.
Arimbi menyatakan, siap berkolaborasi dengan pihak terkait, mengingat banyaknya pelaku UMKM di sektor pariwisata yang masih menghadapi tantangan dalam akses pembiayaan serta pasar yang lebih luas.
“Kami berkomitmen untuk memperluas kemitraan dengan seluruh stakeholder terkait, dalam rangka menciptakan industri pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan sehingga Jakarta terus memperkuat identitasnya sebagai destinasi wisata di kancah global,” kata Arimbi.
Asisten Deputi Pengembangan Usaha dan Akses Permodalan Kementerian Pariwisata, Hanifah Makarim, menjelaskan forum komunikasi bertajuk "Sinergi Pengembangan Pasar dan Permodalan Bagi Usaha Pariwisata" ini terbagi ke dalam dua sesi diskusi panel yang melibatkan 10 pembicara pelaku industri pariwisata berpengalaman.
Pada sesi pertama dibahas sejumlah hal terkait “Inovasi Pengembangan dan Penguatan Akses Pasar”. Sementara sesi kedua membahas “Strategi Membangun Bisnis guna Mendapatkan Akses Permodalan”.
"Kami ingin para pelaku usaha mendapatkan informasi yang lengkap mengebai kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan usaha berikut ada masukan kepada pemerintah yang diperlukan untuk menyusun kebijakan-kebijakan ke depan, sehingga iklim usaha di industri pariwisata semakin kondusif," kata Hanifah.
Kemenpar melalui Deputi Bidang Industri dan Investasi mengembangkan beberapa flagship program pengembangan usaha pariwisata dan akses permodalan, di antaranya Pengembangan Usaha Desa Wisata, WISH (Wonderful Indonesia Scale up Hub), Food Start Up Indonesia, dan WIG (Wonderful Indonesia Gourmet).
CEO PT. Infia Media Pratama, Noviar Rahman, pada sesi panel I mengungkapkan, salah satu upaya untuk memperluas pasar dan produk adalah dengan intellectual property (IP). Melalui IP pula sebuah produk mempunyai nilai tambah dan meningkat revenue-nya.
Sebagai contoh, Dagelan sebuah meme account terbesar di Indonesia yang memiliki sekitar 24 juta pengikut kini mempunyai beragam produk turunan berupa maskot Hai Dudu yang dikreasikan menjadi merchandise hingga kafe.
“Yang ingin saya sampaikan di sini adalah kekuatan IP, ketika bicara IP, kita tidak terjebak pada medium yang itu-itu saja, karena IP produk tersebut bisa kita create jadi apa saja. Banyak yang bisa kita monetisasi,” kata Noviar.
Di sisi lain, akses permodalan juga menjadi kendala bagi banyak pelaku usaha pariwisata. Tanpa permodalan yang memadai, pelaku usaha pariwisata sulit untuk berinvestasi dalam peningkatan kualitas layanan, diversifikasi produk, atau adopsi teknologi baru yang esensial untuk daya saing global.
Kepala Divisi Pengembangan Inklusi Keuangan OJK, Arinegwang Gusta Galung Raharjo, menggarisbawahi tentang inklusi keuangan melalui digitalisasi. Hal ini menjadi penting untuk mempermudah dan meningkatkan transaksi usaha pariwisata. Digitalisasi juga mempermudah pelaku usaha dalam membuat laporan keuangan.
OJK sendiri telah membentuk tim percepatan akses keuangan daerah (TPA KD) yang saat ini sudah ada di 552 provinsi/kabupaten/kota.
“Dengan peran pemerintah daerah dalam tim percepatan akses keuangan daerah ini kita mengharapkan dapat mendorong akses pembiayaan UMKM, khususnya yang ada di daerah,” kata Arinegwang.
Forum komunikasi ini digelar secara hybrid dan dihadiri oleh pejabat eselon I dan II di lingkungan Kementerian Pariwisata, perwakilan kementerian/lembaga, Dinas Pariwisata Provinsi, Kabupaten dan Kota se-Indonesia, asosiasi pariwisata, lembaga jasa keuangan, serta pelaku usaha pariwisata.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait: