Kemen PPPA Dorong Penggunaan Pasal Maksimal dalam Perdagangan Bayi Lintas Negara
Kredit Foto: Dok. Kemen PPPA
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) akan mengawal kasus perdagangan bayi lintas negara yang berhasil diungkap Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat.
Menteri PPPA, Arifah Fauzi, mengecam praktik tersebut, dan pihaknya akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPUD PPA) Provinsi Jawa Barat dan Polda Jawa Barat terkait perkembangan proses hukum dan pendmpingan para korban.
Baca Juga: Wamen PPPA Dorong Penguatan Ekonomi Keluarga Lewat Pengembangan Care Economy
“Perdagangan atau penjualan bayi adalah adalah bentuk tindak pidana yang diatur dalam UU Perlindungan Anak. Kemen PPPA akan mengawal kasus lintas negara ini mulai dari pendampingan para korban dan perlindungan hukum serta penelusuran keluarga bayi-bayi tersebut bersama kementerian/lembaga terkait dan Pemda Jawa Barat melalui UPTD PPA. Kami memberikan apresiasi tinggi kepada Polda Jawa Barat yang dengan sigap merespon laporan masyarakat tentang dugaan penculikan anak dan akhirnya berhasil membongkar jaringan perdagangan bayi lintas negara," ujar Menteri PPPA, dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Rabu (23/7).
Menteri PPPA menambahkan bahwa UPTD PPA Provinsi Jawa Barat telah melakukan koordinasi dengan Polda Jabar terkait penitipan para bayi yang berhasil diselamatkan ke rumah aman, pendampingan proses hukum serta upaya identifikasi para korban.
Kemen PPPA melalui tim Asdep Penyediaan Layanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (PLAMPK) juga telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Jawa Barat untuk memantau kondisi enam bayi yang kini dirawat di salah satu panti di Kota Bandung dan sebelumnya telah menjalani pemeriksaan kesehatan di RS Sartika Asih Bandung.
Kemen PPPA mendorong penggunaan pasal maksimal dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 76F yang berbunyi bahwa “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdangan anak”.
Pelaku perdagangan anak dapat dikenakan pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 82 ayat (1) dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah).
Sejak 2023, Kemen PPPA telah memperkuat sistem pencegahan perdagangan anak melalui pengembangan dan penguatan PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) yang menjangkau keluarga dan komunitas.
Sistem ini bertujuan mempercepat deteksi dini dan mencegah praktik jual-beli anak yang kerap melibatkan sindikat terorganisir. Kemen PPPA juga aktif mendorong peningkatan kerja sama lintas negara, termasuk dengan Interpol, untuk menelusuri kemungkinan bayi lain yang telah dikirim ke luar negeri serta membongkar jaringan yang lebih luas, termasuk indikasi perdagangan organ tubuh.
"Perdagangan anak bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi kejahatan terhadap kemanusiaan. Kita semua bertanggung jawab menjaga anak-anak Indonesia dari kejahatan seperti ini," tutup Menteri PPPA.
Menteri PPPA juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif melaporkan jika menemukan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk indikasi perdagangan orang, terutama bayi dan anak-anak. Pelaporan dapat dilakukan melalui layanan Call Center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129atau WhatsApp 08111-129-129.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya