Kredit Foto: Reuters
Indonesian Mining Association (IMA) menilai kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat yang mencakup penghapusan pembatasan ekspor komoditas industri, termasuk mineral penting, tidak berdampak langsung terhadap industri pertambangan nasional.
Direktur Eksekutif IMA, Hendra Sinadia, mengatakan ekspor mineral Indonesia ke Amerika Serikat saat ini sangat kecil, sehingga relaksasi ketentuan tersebut tidak serta-merta memengaruhi pelaku usaha minerba di Tanah Air.
“Ekspor kita ke Amerika, baik tembaga maupun nikel, hampir tidak ada. Nilainya sangat kecil, hanya sekitar 10 juta dolar. Jadi, dampak langsung dari kesepakatan ini nyaris tidak ada,” ujar Hendra saat dihubungi, Selasa (23/7/2025).
Baca Juga: Airlangga Sebut Tarif 19% Sudah Final, Hasil Negosiasi Langsung Prabowo-Trump
hendra mengatakan aturan larangan ekspor mineral mentah (ore) masih tetap berlaku di Indonesia seiring komitmen pemerintah menjalankan hilirisasi. Oleh karena itu, meski AS mendorong penghapusan hambatan perdagangan, kesepakatan tersebut tidak berarti membuka kembali ekspor ore ke luar negeri.
“Larangan ekspor ore adalah pilar utama hilirisasi kita. Kalau dibuka lagi, itu sama saja kita mundur. Saya tidak melihat kesepakatan ini akan mengubah regulasi tersebut,” ujarnya.
Hendra menduga, maksud dari poin kerja sama yang menyebut penghapusan hambatan ekspor mineral adalah untuk mendorong masuknya investasi AS di sektor mineral kritis Indonesia, bukan membuka keran ekspor mineral mentah.
Baca Juga: Gairah Tarif 19 Persen ke Indonesia, Bawa Arus Barang dari AS Tapi Harus Penuhi Syarat Halal
“Yang didorong kemungkinan adalah investasi di pengolahan mineral kritis, bukan ekspor ore. Produk olahan yang punya nilai tambah itulah yang nantinya bisa diekspor ke AS,” katanya.
Ia juga menyebut bahwa dokumen kebijakan dagang AS sebelumnya, termasuk position paper dan white paper dari United States Trade Representative (USTR), tidak secara eksplisit meminta Indonesia membuka kembali ekspor bahan mentah.
“Yang mereka soroti lebih ke non-tariff barrier seperti aturan lokal konten, bukan larangan ekspor mineral,” imbuhnya.
Baca Juga: Sama Persis dengan Indonesia, Trump Beri Tarif 19 Persen ke Filipina
Meski dampak langsung terhadap pelaku usaha minerba minim, Hendra mengingatkan potensi efek tidak langsung apabila ekonomi negara tujuan utama ekspor Indonesia seperti Jepang, Korea Selatan, atau Tiongkok melemah akibat perlambatan perdagangan dengan AS.
“Kalau industri mereka terdampak karena ekspor ke AS tersendat, permintaan terhadap komoditas kita bisa ikut turun. Jadi efek tidak langsungnya tetap perlu dicermati,” ucapnya.
IMA saat ini menunggu sikap resmi pemerintah terkait tindak lanjut kesepakatan dagang tersebut dalam konteks regulasi dalam negeri, khususnya terkait konsistensi kebijakan hilirisasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait: