Kredit Foto: SKB Food
Gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan PT Creative Mobile Adventure (CMA), perusahaan pinjaman online (fintech), kepada emiten makanan PT Sari Kreasi Boga Tbk (RAFI) dinilai memperburuk citra industri keuangan digital di tengah upaya regulator memperbaiki persepsi publik. Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 4 Juli 2025, dan dicabut enam hari kemudian pada 10 Juli 2025.
Pakar hukum keuangan Mas Ahmad Yani menyayangkan langkah hukum CMA. Ia menilai pengajuan PKPU terlalu dini, mengingat nilai utang RAFI hanya Rp2 miliar dari total aset Rp479,3 miliar dan ekuitas Rp312,7 miliar. “PKPU itu jalan terakhir jika sudah tidak bisa ditagih dan komunikasi buntu. Kalau baru terlambat bayar, belum seharusnya PKPU,” ujarnya.
Baca Juga: Pendapatan Turun, RAFI Catat Rugi Bersih di Kuartal I-2025
Manajemen RAFI dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan utang kepada CMA berasal dari fasilitas invoice financing untuk pembiayaan proyek jangka pendek. “Keterlambatan pembayaran disebabkan oleh penundaan pembayaran dari sejumlah pelanggan,” kata Direktur Utama RAFI, Eko Pujianto.
RAFI menegaskan masih menjalin komunikasi baik dengan CMA dan tetap membayar bunga utang. Sementara itu, Mas Ahmad Yani menambahkan bahwa syarat pengajuan PKPU seharusnya didasarkan pada porsi utang yang signifikan terhadap aset. “Kalau utangnya cuma 0,4% dari aset, seharusnya tidak bisa dikabulkan,” jelasnya.
Baca Juga: Brand Kebab Baba Rafi Tegaskan Tidak Ada Hubungan dengan PKPU PT Sari Kreasi Boga Tbk
Ia menyebut langkah CMA sebagai bentuk tekanan kepada debitur, namun berpotensi merusak reputasi industri pinjaman daring. “Kalau cara seperti ini dilakukan terus, akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap pinjol. Ini bisa menciptakan kerugian nonmateril besar bagi perusahaan publik seperti RAFI,” tambahnya.
Langkah CMA ini dinilai kontraproduktif terhadap upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sedang mendorong rebranding industri pinjaman online menjadi pinjaman daring (pindar) untuk mengurangi stigma negatif.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri