Kredit Foto: PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM)
Di tengah meningkatnya tuntutan global terhadap produk berkelanjutan, PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) salah satu anggota Holding Industri Pertambangan Indonesia, MIND ID berani menegaskan bahwa alumunium yang dihasilkannya telah memenuhi standar green product atau produk hijau.
Klaim ini bukan tanpa dasar. Di balik pabrik-pabrik raksasa yang berdiri kokoh milik INALUM, serangkaian proses terintegrasi dari hulu hingga hilir peleburan telah sejak awal menerapkan disiplin pengendalian emisi yang sangat ketat.
Salah satu kekuatan utama INALUM dalam mengklaim produknya sebagai green product terletak pada penggunaan energi bersih dari tenaga air.
Direktur Opersional INALUM, Ivan Ermisyam menyebut INALUM mengoperasikan tiga bendungan yakni Bendungan Pengatur, Bendungan Siguragura, dan Bendungan Tangga serta dua Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), yaitu PLTA Siguragura dan PLTA Tangga, yang seluruhnya dikenal sebagai Proyek Asahan 2.
Seluruh infrastruktur ini memanfaatkan aliran air dari Danau Toba yang mengalir ke Sungai Asahan. Total kapasitas daya yang dihasilkan mencapai 603 Mega Watt (MW), terdiri dari 286 MW dari PLTA Siguragura dan 317 MW dari PLTA Tangga. Energi inilah yang menjadi sumber utama proses produksi aluminium di pabrik INALUM.
”Nah sesampainya listrik di Kuala Tanjung, kemudian listrik itu kita gunakan untuk memproses alumina menjadi aluminium,” kata Ivan pada Warta Ekonomi di Kantor INALUM, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Dengan sumber daya utama berasal dari pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT), INALUM memiliki keunggulan signifikan dalam hal jejak karbon dibanding banyak smelter lain yang masih mengandalkan energi fosil.
"Di sana (Kuala Tanjung) ada tiga pabrik besar. Satu, pabrik karbon itu memproduksi anoda. Yang kedua, pabrik reduksi itu memproses alumina menjadi aluminium karena prosesnya adalah elektrolisa. Kemudian satu lagi pabrik besar itu pabrik casting, penuangan. Ini adalah pabrik yang mencetak molten aluminium cair menjadi produk. Produk kita ada tiga, yaitu ingot, billet, dan alloy,” jabarnya.
Selain sumber energi bersih, INALUM juga mengimplementasikan sejumlah langkah dekarbonisasi lainnya. Ivan memaparkan bahwa proses pemanggangan anoda yang semula menggunakan solar telah dialihkan ke Liquefied Natural Gas untuk menurunkan emisi.
Untuk mengelola emisi gas buang seperti SOx, NOx, Particulate Matter (PM), dan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH), INALUM mengoperasikan gas cleaning system. Bahkan emisi perfluorocarbon (PFC) yang muncul dalam proses elektrolisa pun kini dikendalikan lewat sistem kontrol berbasis teknologi baru bernama blue box.
“Kami juga melakukan upgrading technology. Lewat langkah ini, kita menghasilkan produksi yang lebih tinggi dan konsumsi listrik yang lebih rendah. Yang dulunya untuk membuat 1 ton aluminium itu butuh listrik sebesar 14.500 kWh, sekarang sudah bisa turun menjadi 13.500 kWh.,” ungkapnya.
INALUM menjaga emisi karbon tetap di bawah 4 ton CO₂ per ton aluminium—batas ambang internasional untuk smelter hijau. Ivan juga menyebut bahwa INALUM telah menjadi bagian dari proyek Clean Development Mechanism (CDM) sejak 2 Juni 2010 dan telah terdaftar di United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
"Kita terdaftar di situ, dan kita sudah mendapat CER, Certified Emission Reduction,” ucapnya.
Selain itu, INALUM dan PT Aneka Tambang (ANTAM) juga membangun Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat, untuk mendukung suplai bahan baku secara nasional. Dengan adanya SGAR, INALUM memangkas waktu pengiriman alumina dari tujuh hari (dari Australia) menjadi hanya 2,5 hari.
Perubahan ini secara langsung menurunkan emisi dari sektor transportasi sekaligus memperkuat ketahanan rantai pasok nasional.
Menjawab tren global menuju ekonomi rendah karbon, INALUM terus memperkuat fondasinya. Produk aluminium yang dihasilkan tidak hanya memenuhi standar kualitas industri, tetapi juga memenuhi prinsip keberlanjutan lingkungan.
“Jadi itu kita report setiap tahunnya, karena ini bagian dari report sustainability kita. Itu mengacu kepada ISO 14064. Kita lakukan seperti itu. Jadi selama ini alhamdulillah angka itu terus tercapai. Jadi, kita bisa mengklaim bahwa produk kita adalah green,” tutup Ivan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Ferry Hidayat