Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dari PLTA hingga Daur Ulang, Begini Strategi INALUM Tekan Emisi Produksi Aluminium

        Dari PLTA hingga Daur Ulang, Begini Strategi INALUM Tekan Emisi Produksi Aluminium Kredit Foto: Khairunnisak Lubis
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), anggota Holding Industri Pertambangan MIND ID, terus menegaskan komitmennya sebagai pelopor industri hijau di sektor peleburan aluminium nasional. Melalui serangkaian strategi dekarbonisasi, perusahaan secara bertahap membangun fondasi kuat menuju industri rendah emisi berstandar global.

        Direktur Operasional INALUM, Ivan Ermisyam, menegaskan bahwa sebagai operator smelter aluminium di Indonesia, perusahaan memikul tanggung jawab besar untuk memastikan seluruh proses produksi berjalan ramah lingkungan dan efisien energi.

        “Visi kita adalah menjadi perusahaan global, terkemuka, berbasis aluminium terpadu ramah lingkungan. Kita punya roadmap untuk bisa mencapai itu. Kita punya program jangka panjang sampai 2060 terkait dengan ini,” ujar Ivan kepada Warta Ekonomi ketika ditemui di Kantor INALUM, Jakarta, (7/8/2025).

        Ivan menjabarkan bahwa INALUM telah menyiapkan sembilan langkah konkret untuk menurunkan emisi karbon dan mendorong praktik industri berkelanjutan.

        Pertama, INALUM memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Proyek Asahan 2. Dalam hal ini, perusahaan mengoperasikan tiga bendungan, yaitu Bendungan Pengatur, Siguragura, dan Tangga, serta dua pembangkit, yakni PLTA Siguragura (286 MW) dan PLTA Tangga (317 MW). Seluruh infrastruktur ini mengandalkan aliran air dari Danau Toba yang mengalir ke Sungai Asahan. Total kapasitas mencapai 603 MW dan menjadi sumber utama energi listrik dalam proses produksi aluminium.

        “Jadi secara keseluruhan, seperti disampaikan tadi, sebenarnya dari sisi emisi kita tidak besar, ya. Karena pembangkitnya itu sebagian besar menggunakan air,” jelas Ivan.

        Kedua, konversi bahan bakar di pabrik anoda dari solar menjadi liquefied natural gas (LNG). Proses pemanggangan anoda merupakan salah satu sumber emisi terbesar dalam peleburan aluminium. Dengan transisi ke LNG, INALUM berhasil menekan emisi sekaligus meningkatkan efisiensi energi.

        Ketiga, penerapan teknologi Blue Box untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca perfluorocarbon (PFC) dari proses elektrolisis. Teknologi ini menggantikan sistem kontrol lama dan terbukti mampu menurunkan emisi PFC secara signifikan.

        “Kita melakukannya di proyek namanya CDM, Clean Development Mechanism. Itu kita sudah ikut di situ dan alhamdulillah di tahun 2010, tepatnya pada 2 Juni 2010, kita sudah terdaftar di UNFCCC sebagai salah satu industri yang berhasil mengurangi gas rumah kaca. Sehingga kita terdaftar di situ dan kita sudah mendapat CER, Certified Emission Reduction,” ujar Ivan.

        Keempat, pemasangan Gas Cleaning System di setiap pabrik untuk menyaring emisi berbahaya seperti SOx, NOx, partikulat, dan Poly Aromatic Hydrocarbon (PAH). Emisi gas ini diolah terlebih dahulu sebelum dilepaskan ke atmosfer.

        Kelima, pembangunan rantai pasok terintegrasi melalui proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) bersama PT ANTAM di Mempawah, Kalimantan Barat. Proyek ini memungkinkan pasokan alumina dari dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor dari Australia.

        “Dulu pengiriman dari Australia butuh 7 hari, sekarang cukup 2,5 hari dari Kalimantan. Ini jelas menekan emisi dari transportasi laut,” tambahnya.

        Keenam, peningkatan efisiensi energi dengan modernisasi teknologi. Meski kapasitas produksi meningkat dari 25 ribu ton menjadi 275 ribu ton per tahun, konsumsi listrik per ton aluminium berhasil ditekan dari 14.500 kWh menjadi hanya 13.500 kWh.

        Ketujuh, pemanfaatan aluminium daur ulang melalui anak usaha PT Indonesia Aluminium Alloy (IAA). Dengan menggabungkan scrap dan aluminium cair, perusahaan mampu memproduksi logam baru dengan emisi lebih rendah.

        “Jadi aluminium yang dari scrap segala macam itu kita proses kembali, ditambah dengan molten aluminium yang kita punya, untuk bisa menghasilkan aluminium yang baru. Karena aluminium itu butuh energi besar (maka) dengan memanfaatkan ini tentu saja energinya akan lebih kecil karena yang kita olah hanya aluminium scrap, ya,” kata Ivan.

        Kedelapan, pengelolaan dan pemanfaatan limbah secara total. Limbah pabrik seperti dross diolah menjadi bahan bangunan seperti batako, sementara limbah karbon dimanfaatkan industri lain sebagai bahan bakar. Lebih dari 2.400 ton limbah per tahun kini telah dikelola dan didaur ulang.

        Atas komitmen ini, INALUM meraih Proper Emas untuk unit peleburan dan Proper Hijau untuk PLTA dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dua tahun berturut-turut hingga 2024.

        Kesembilan, program reboisasi di kawasan tangkapan air Danau Toba. Hingga saat ini, lebih dari 3.000 hektare lahan telah ditanami kembali dan dirawat secara berkelanjutan.

        “Kami menanam 500 hektare per tahun, tapi yang penting bukan hanya menanam, tapi juga merawat hingga tumbuh. Ini penting untuk menjaga kelestarian air Sungai Asahan,” jelasnya.

        Rencana Jangka Panjang

        INALUM juga tengah merancang sejumlah inisiatif lanjutan untuk mendukung dekarbonisasi, antara lain pembangunan pabrik Coal Tar Pitch di dekat area smelter guna mengurangi impor dari Tiongkok dan India. Perusahaan juga akan memperbarui sistem port control untuk meningkatkan efisiensi distribusi, serta mengalihfungsikan kendaraan operasional menjadi kendaraan listrik demi menekan emisi transportasi internal.

        Pabrik dan Produk Hijau Berstandar Global

        Dengan seluruh inisiatif ini, pabrik INALUM telah memenuhi syarat sebagai green smelter dengan tingkat emisi karbon di bawah 4 ton CO2 per ton aluminium.

        “Jadi itu kita report setiap tahunnya. Karena ini bagian daripada report sustainability kita. Itu mengacu kepada ISO 14064. Kita lakukan seperti itu. Jadi selama ini alhamdulillah angka itu terus tercapai. Jadi kita bisa mengklaim bahwasannya produk kita adalah green,” tutup Ivan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: