Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Prabowo Bidik Pertumbuhan 5,4% di 2026, INDEF Ingatkan Butuh Strategi Ekstra

        Prabowo Bidik Pertumbuhan 5,4% di 2026, INDEF Ingatkan Butuh Strategi Ekstra Kredit Foto: TV Parlemen
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang menetapkan target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen dinilai terlalu optimistis. Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto, menyebut capaian tersebut sulit terwujud tanpa strategi ekstra, mengingat realisasi pertumbuhan pada 2023–2025 selalu berada di bawah target.

        “Target pertumbuhan ekonomi 2026 sebesar 5,4 persen sangat optimis, sementara realisasi dalam tiga tahun terakhir selalu meleset dari proyeksi. Maka akselerasi pertumbuhan butuh strategi ekstra,” ujar Eko dalam keterangan resmi, Selasa (19/8/2025).

        RAPBN 2026 juga mematok asumsi inflasi 2,5 persen, nilai tukar Rp16.500 per dolar AS, serta yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 6,9 persen. Eko menilai proyeksi inflasi tergolong realistis karena sejalan dengan capaian sebelumnya, namun risiko lonjakan harga pangan masih menjadi ancaman serius bagi daya beli masyarakat.

        Baca Juga: Ekonom Nilai RAPBN 2026 Terlalu Ambisius, Investor Asing Bisa Terganggu Proteksionisme

        “Potensi lonjakan harga pangan tetap menjadi risiko utama terhadap daya beli masyarakat,” tegasnya.

        Sementara itu, asumsi nilai tukar Rp16.500 per dolar AS disebut lebih pesimistis dibanding target tahun sebelumnya. Menurut Eko, penguatan rupiah ke bawah Rp16.000 perlu diupayakan untuk menjaga stabilitas makro.

        “Perlu strategi penguatan rupiah kembali ke bawah Rp16.000 agar stabilitas makro lebih terjaga,” ujarnya.

        Di sisi lain, target yield SBN sebesar 6,9 persen dinilai masih terlalu tinggi karena membebani fiskal. Eko menekankan, biaya utang Indonesia lebih mahal dibanding negara lain, sehingga sebaiknya ditekan ke kisaran 6 persen.

        “Yield SBN Indonesia masih mahal dibanding negara lain. Hal ini membebani fiskal dan bisa mengganggu keberlanjutan bila tidak ditekan ke kisaran 6 persen,” jelasnya.

        Baca Juga: RAPBN 2026 Dinilai Berisiko Tekan Pertumbuhan Ekonomi

        Dari sisi fiskal, RAPBN 2026 menghadapi selisih penerimaan sebesar Rp282,2 triliun dibanding outlook 2025. Menurut Eko, pemerintah perlu mencari strategi tepat untuk menutup gap tersebut tanpa membebani wajib pajak yang sudah patuh.

        “Strategi peningkatan penerimaan negara harus tepat sasaran, agar tidak membebani wajib pajak yang sudah taat,” katanya.

        Eko menambahkan, pencapaian pertumbuhan 5,4 persen hanya mungkin terwujud bila pemerintah memprioritaskan penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya beli, optimalisasi ekspor, masuknya investasi yang memutar dana di dalam negeri, serta efisiensi birokrasi.

        “Upaya mencapai pertumbuhan ekonomi 5,4 persen hanya mungkin bila pemerintah memprioritaskan penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya beli, optimalisasi ekspor, masuknya investasi di dalam negeri, dan efisiensi birokrasi,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ida Umy Rasyidah
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: