Ekonom Nilai RAPBN 2026 Terlalu Ambisius, Investor Asing Bisa Terganggu Proteksionisme
Kredit Foto: Pixabay
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan pada Selasa (19/8/2025) dinilai ambisius. Dokumen fiskal tersebut dipandang sejumlah ekonom tidak hanya sebagai instrumen anggaran, tetapi juga sebagai arah baru pembangunan ekonomi Indonesia dengan penekanan pada peran dominan negara.
Ekonom Senior INDEF, M. Fadhil Hasan, menjelaskan RAPBN 2026 merefleksikan ideologi pembangunan yang menempatkan negara sebagai pengelola utama sumber daya strategis sesuai Pasal 33 UUD 1945. Fokus utama kebijakan diarahkan pada hilirisasi industri, ketahanan pangan, swasembada energi, serta kebijakan proteksionis dalam kerangka “Berdikari.”
“RAPBN dijadikan instrumen untuk mendukung program tersebut, termasuk investasi besar di sektor hilirisasi,” ujar Fadhil dalam keterangan resmi, Selasa (19/8/2025).
Baca Juga: RAPBN 2026 Dinilai Berisiko Tekan Pertumbuhan Ekonomi
Meski pemerintah menargetkan defisit anggaran menurun, Fadhil menilai arah kebijakan fiskal tetap ekspansif. Kondisi ini, menurutnya, berpotensi menimbulkan ketegangan dengan investor asing yang cenderung menghindari kebijakan proteksionis. “Kebijakan fiskal tetap ekspansif dengan potensi menimbulkan ketegangan dengan investor asing yang kurang menyukai proteksionisme,” ujarnya.
Ia menambahkan, ambisi RAPBN 2026 menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari konsistensi data pertumbuhan ekonomi yang sering berubah hingga potensi inkonsistensi kebijakan. Di satu sisi, pemerintah ingin memperkuat intervensi negara dalam pengelolaan sumber daya, tetapi di sisi lain terikat pada komitmen internasional yang mendorong deregulasi dan liberalisasi pasar.
Baca Juga: 8 Program Prioritas Prabowo di RAPBN 2026, Ini Rinciannya!
Fadhil menilai pidato Presiden Prabowo menandai pergeseran paradigma pembangunan, dari sekadar mengejar target angka menuju ideologi ekonomi nasionalis. “Dalam pidato kenegaraan, Presiden Prabowo lebih menekankan ideologi dan paradigma ekonomi sesuai Pasal 33 UUD 1945, yaitu peran dominan negara dalam mengelola sumber daya strategis,” jelasnya.
Meski demikian, ia mengingatkan keberhasilan implementasi RAPBN 2026 sangat ditentukan oleh efektivitas birokrasi dan konsistensi kebijakan di tengah dinamika global. Kapasitas fiskal yang terbatas dan fokus anggaran pada program prioritas nasional juga menjadi faktor penentu. “Keberhasilannya sangat bergantung pada efektivitas birokrasi serta konsistensi pelaksanaan di tengah dinamika global,” kata Fadhil.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement