Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Cerita Berkembangnya New Balance, dari Inspirasi Kaki Ayam hingga Punya Pabrik-Pabrik di Indonesia

        Cerita Berkembangnya New Balance, dari Inspirasi Kaki Ayam hingga Punya Pabrik-Pabrik di Indonesia Kredit Foto: Unsplash/ Tatiana Rodriguez
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Bagi para pecinta olahraga, nama New Balance tentu bukan hal asing. Brand sepatu asal Amerika Serikat ini kini dikenal sebagai salah satu ikon global yang menggabungkan gaya retro dengan fungsionalitas modern. 

        New Balance lahir pada tahun 1906 di Boston, Massachusetts, berkat seorang imigran asal Inggris bernama William J. Riley. Menariknya, produk pertama New Balance bukanlah sepatu, melainkan penyangga lengkung kaki (arch support). 

        Riley yang menderita arthritis terinspirasi dari cara ayam berjalan dengan seimbang hanya dengan tiga jari. Dari situlah lahir konsep tiga titik penopang untuk meningkatkan kenyamanan dan stabilitas pemakai.

        Pada 1927, Riley menggandeng Arthur Hall sebagai mitra bisnis, dan pada 1938, mereka memproduksi sepatu lari pertamanya untuk klub lokal. Perjalanan ini berlanjut hingga 1956, saat perusahaan diwariskan kepada Eleanor dan Paul Kidd. Dari tangan merekalah lahir sepatu legendaris Trackster (1960), sepatu lari pertama di dunia dengan berbagai pilihan lebar. Inovasi ini menjadikan New Balance berbeda, karena fokus pada kecocokan dan kenyamanan, bukan sekadar desain.

        Baca Juga: Suksesnya Alexander Tedja, dari Bisnis Layar Lebar hingga Jadi 'Raja Mall' Indonesia

        Meski inovatif, New Balance masih perusahaan kecil dengan hanya enam karyawan di awal 1970-an. Semua berubah ketika Jim Davis membeli perusahaan ini pada 1972, tepat ketika "running boom" melanda Amerika. Davis menambahkan logo ikonik “N” dan membawa New Balance ke level global dengan mengedepankan inovasi teknologi bantalan, kualitas, dan identitas merek yang independen.

        Dari yang awalnya dikenal sebagai “sepatu ayah” karena mengutamakan fungsi, New Balance kemudian berhasil merevolusi citranya. Kolaborasi dengan brand mewah seperti Miu Miu dan streetwear seperti Stone Island membawa New Balance menjadi favorit generasi muda, khususnya dengan model populer seperti seri 550, 2002R, dan 530.

        Pertumbuhan bisnis New Balance sangat pesat. Pendapatan globalnya meningkat dari $3,8 miliar pada 2016 menjadi $6,5 miliar pada 2023. Produknya kini bisa ditemukan hampir di seluruh belahan dunia, dengan pabrik di Amerika Serikat, Inggris, Tiongkok, Vietnam, India, dan Indonesia.

        Di Indonesia, New Balance hadir bukan hanya sebagai merek ritel, tetapi juga sebagai basis manufaktur penting. Melalui investasi lebih dari Rp1 triliun, New Balance mendirikan enam pabrik mitra di Banten dan Jawa Timur, serta merencanakan pabrik baru di Cirebon dan Majalengka. Bahkan, pada Maret 2025, pabrik di Garut resmi beroperasi dan diproyeksikan menyerap 10.000 tenaga kerja. Dari Indonesia saja, ekspor alas kaki New Balance mencapai lebih dari $500 juta ke berbagai negara.

        Baca Juga: Cerita Paul Van Doren Membangun VANS, Pekerja Pabrik Sepatu yang Sukses Punya Merek Sendiri

        Di sisi ritel, New Balance bekerja sama dengan PT Mitra Adiperkasa (MAP) dan anak usahanya, MAPA, yang mengelola lebih dari 1.300 lokasi ritel dan platform e-commerce. Kehadiran ini memperkuat posisi New Balance di pasar domestik, meski tetap bersaing ketat dengan raksasa seperti Adidas dan Nike.

        Sejak awal, New Balance dihidupi oleh filosofi “Fearlessly Independent”, kemandirian tanpa rasa takut. Filosofi ini terlihat dari konsistensinya untuk fokus pada kualitas, kenyamanan, dan inovasi, meski tren pasar sering berubah.

        Di Indonesia, konsumen New Balance dikenal lebih menghargai kualitas dan harga produk dibanding sekadar citra merek. Hal ini membuka peluang besar bagi New Balance untuk memperkuat basis konsumen loyal. Peluncuran kampanye lokal seperti “Grey Days” dan inovasi teknis melalui seri lari terbaru seperti FuelCell SuperComp Elite v5 menunjukkan komitmen mereka untuk terus relevan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: