Bitcoin Bisa Terkoreksi di Bawah $100 Ribu, Investor Harus Siaga
Kredit Foto: Freepik
Pemangkasan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), tidak serta-merta membawa stabilitas di pasar kripto. Sepekan setelah kebijakan moneter diumumkan, harga Bitcoin masih berfluktuasi tajam, sempat menyentuh 117.700 dolar AS sebelum turun kembali ke level 111.500 dolar AS. Kondisi ini membuat strategi pengelolaan risiko investor menjadi sorotan.
Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, menilai volatilitas yang terjadi merupakan reaksi pasar terhadap ekspektasi yang sudah terbentuk sebelumnya.
“Likuiditas jangka pendek sempat mengalir deras ke aset risk-on, termasuk Bitcoin dan altcoin, sehingga ketika keputusan akhirnya keluar, sebagian investor justru melakukan aksi profit taking. Selain itu, alasan pelemahan ekonomi termasuk pelemahan sektor tenaga kerja AS yang melatarbelakangi penurunan suku bunga tersebut membuat kekhawatiran investor terhadap risiko lonjakan inflasi meningkat,” jelas Fahmi dikutip dari keterangan resmi, Kamis (22/9/2025).
Baca Juga: Sinyal Tren Naik, Harga Bitcoin Menguat Capai US$113.000
Fahmi menambahkan, meskipun indikator on-chain seperti SOPR menunjukkan aksi profit taking dalam taraf normal, tekanan jangka pendek di pasar kripto tetap ada. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya strategi investasi yang disiplin.
“Masih terdapat kecenderungan volatilitas tinggi pada Bitcoin. Strategi Dollar Cost Averaging (DCA) bisa lebih strategis dibandingkan investasi atau trading sekaligus dalam jumlah besar,” papar Fahmi.
Menurutnya, investor tidak bisa hanya berfokus pada pergerakan harga kripto semata. Faktor global seperti likuiditas dolar, arah kebijakan moneter, serta arus dana institusional harus ikut dipantau. Hal ini penting agar keputusan investasi selaras dengan kondisi makro yang memengaruhi pasar digital.
Baca Juga: Meski Dihantui Tekanan, Harga Bitcoin Sukses Bertahan di US$112.000!
Selain itu, proyeksi dua kali pemangkasan suku bunga tambahan hingga akhir 2025 dapat memberi ruang positif, terutama jika didukung inflasi yang stabil. Namun, risiko shutdown pemerintah AS, penguatan dolar, hingga pemangkasan tenaga kerja skala besar bisa mengganggu pasar sewaktu-waktu. “potensi lonjakan inflasi atau mulai menguatnya dolar, juga dapat memicu berkembangnya sentimen negatif dengan risiko koreksi Bitcoin ke bawah $100.000,” lanjut Fahmi.
Dengan situasi tersebut, strategi jangka panjang seperti akumulasi bertahap dianggap lebih aman ketimbang spekulasi jangka pendek. Investor di Indonesia juga didorong untuk melakukan diversifikasi ke berbagai aset agar lebih tahan terhadap gejolak global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: