Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis perkembangan perdagangan luar negeri Indonesia hingga Agustus 2025. Data menunjukkan kinerja ekspor tumbuh positif sementara impor relatif terkendali, sehingga neraca perdagangan tetap surplus.
Sepanjang Januari-Agustus 2025, nilai ekspor Indonesia mencapai US$185,13 miliar, meningkat 7,72 persen dibanding periode yang sama 2024. Pendorong utama adalah ekspor nonmigas sektor industri pengolahan yang naik 12,26 persen.
Pada Agustus 2025 saja, ekspor tercatat US$24,96 miliar, naik 5,78 persen dibanding Agustus 2024. Hampir semua sektor nonmigas tumbuh, kecuali pertambangan. Produk unggulan seperti besi baja dan CPO mencatat kenaikan signifikan, sementara batubara mengalami penurunan baik dari sisi volume maupun nilai.
Tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia masih didominasi Tiongkok dengan nilai US$40,44 miliar (22,97 persen dari total), disusul ASEAN (19,42 persen), Amerika Serikat (11,70 persen), India (7,15 persen), dan Uni Eropa (7,24 persen).
Di sisi lain, nilai impor Januari-Agustus 2025 tercatat US$155,99 miliar, tumbuh 2,05 persen dibanding tahun lalu. Peningkatan terutama disumbang oleh impor barang modal sebesar 3,12 persen.
Namun pada Agustus 2025, impor bulanan turun 6,56 persen dibanding periode sama tahun lalu, dipicu penurunan impor nonmigas khususnya bahan baku/penolong.
Tiongkok tetap menjadi negara asal impor terbesar dengan nilai US$54,76 miliar (40,60 persen dari total impor nonmigas), diikuti Jepang, Amerika Serikat, ASEAN, dan Uni Eropa.
Baca Juga: Maruarar Sirait: Data BPS Jadi Fondasi Penyaluran Rumah Subsidi
Dengan capaian ekspor yang lebih tinggi dibanding impor, neraca perdagangan barang Indonesia surplus US$29,14 miliar sepanjang Januari-Agustus 2025. Angka ini meningkat US$10,13 miliar dibanding periode sama tahun lalu.
BPS mencatat, surplus ini melanjutkan tren positif neraca perdagangan yang sudah berlangsung selama 64 bulan berturut-turut. Surplus terbesar terjadi dalam perdagangan dengan Amerika Serikat, sedangkan defisit terdalam dengan Tiongkok.
Selain perdagangan, BPS juga melaporkan inflasi September 2025 sebesar 0,21 persen (m-to-m). Secara tahunan, inflasi tercatat 2,65 persen, lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi, dipengaruhi naiknya harga cabai merah, cabai hijau, dan daging ayam ras. Namun beberapa komoditas seperti bawang merah, tomat, bawang putih, cabai rawit, dan beras justru memberi andil deflasi.
Emas perhiasan juga menjadi salah satu penyumbang inflasi, seiring tren kenaikan harga emas dunia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: