Kredit Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka peluang untuk menaikkan porsi saham publik atau free float di pasar modal hingga 40%, sesuai usulan Komisi XI DPR RI. Namun, OJK menegaskan bahwa peningkatan tersebut akan dilakukan secara bertahap agar tidak mengganggu stabilitas pasar.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan bahwa otoritas mendukung peningkatan free float, tetapi dengan pendekatan yang terukur.
“Kalau misalnya setuju nggak setuju ya pasti kita setuju, tapi bertahap gitu, kan,” ujar Inarno di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (7/10/2025).
Baca Juga: Bitcoin Cetak Rekor Rp2 Miliar, Kontribusi Pajak Kripto Melesat
Usulan peningkatan free float awalnya disampaikan oleh Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, yang menilai bahwa porsi saham publik perlu diperbesar hingga 40%.
Menurutnya, langkah ini dapat memperkuat likuiditas perdagangan serta meningkatkan kredibilitas pasar modal Indonesia di mata investor global.
“Pengaturan mengenai porsi free float penting diperkuat melalui regulasi OJK untuk mendorong aktivitas perdagangan saham,” kata Misbakhun.
Ia menambahkan, proporsi kepemilikan publik di Indonesia masih tertinggal dibanding negara-negara ASEAN lain yang rata-rata sudah melampaui 30%.
Karena itu, peningkatan free float dinilai mendesak guna memperluas partisipasi publik dan mengurangi dominasi pemegang saham pengendali.
Baca Juga: Catat! 3 Hal Ini Bikin Indonesia Jadi Pusat Kripto Asia Tenggara
“Jika diterapkan untuk seluruh perusahaan tercatat, maka likuiditas dan kepercayaan terhadap emiten di bursa akan semakin meningkat,” ujarnya.
Sementara itu, Bursa Efek Indonesia memastikan sedang mengkaji kemungkinan revisi aturan terkait pencatatan saham, termasuk ketentuan free float. BEI menegaskan kajian dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan perusahaan tercatat dan kapasitas investor domestik.
Menurut Peraturan Bursa Efek Indonesia No. I-A, free float didefinisikan sebagai saham yang dimiliki oleh pemegang saham dengan kepemilikan di bawah 5% dari total saham tercatat, tidak termasuk saham milik pengendali, afiliasi, anggota dewan komisaris, direksi, maupun saham yang telah dibeli kembali oleh emiten.
Langkah bertahap yang ditempuh OJK diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan peningkatan likuiditas dan stabilitas pasar.
Dengan begitu, kebijakan baru ini tidak menimbulkan tekanan mendadak terhadap emiten berkapitalisasi kecil maupun investor institusi yang masih beradaptasi dengan aturan baru.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri