Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bukan Sekadar Bahan Bakar, Etanol Jadi Simbol Revolusi Industri Energi Nasional

        Bukan Sekadar Bahan Bakar, Etanol Jadi Simbol Revolusi Industri Energi Nasional Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Dukungan terhadap kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia terus mengalir dari kalangan akademisi. Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Tri Yus Widjajanto, menilai langkah Kementerian ESDM yang mendorong penggunaan etanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) merupakan terobosan strategis menuju kemandirian energi nasional sekaligus penggerak ekonomi daerah.

        Menurut Tri, kebijakan etanol bukan hanya sekadar inovasi teknis, tetapi juga bentuk keberanian pemerintah dalam menata ulang arah pembangunan energi agar lebih berkelanjutan.

        “Negara-negara maju sudah lama memanfaatkan etanol untuk menekan emisi karbon. Indonesia punya potensi besar dari bahan baku lokal seperti tebu, singkong, dan jagung. Jadi kebijakan ini tepat dan visioner,” ujar Tri dalam diskusi “Setahun Pemerintahan Baru, Bagaimana Kemandirian Energi Nasional?” yang digelar Ikatan Wartawan Ekonomi Bisnis (IWEB) di Bandung, Jumat (10/10/2025).

        Baca Juga: BBM Etanol 10 Persen, Amankah untuk Mesin Mobil Modern? Begini kata Pengamat

        Tri menjelaskan, pemanfaatan etanol akan membuka peluang investasi baru di sektor pertanian dan energi terbarukan. Daerah penghasil bahan baku seperti Jawa Timur, Lampung, Sulawesi, hingga Papua berpotensi menjadi sentra industri bioetanol nasional.

        “Kalau dijalankan serius, program ini bisa menjadi tonggak awal kemandirian energi nasional sekaligus menumbuhkan ekonomi rakyat,” tambahnya.

        Senada, Prof Ima Amaliah, Dosen Program Doktor Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Bandung (Unisba), menilai kebijakan ini selaras dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, terutama poin kedua yang menekankan kemandirian energi berkelanjutan.

        “Saya sangat mengapresiasi langkah pemerintah saat ini. Ini bukan hanya soal teknologi energi, tetapi soal visi jangka panjang. Kalau bisa konsisten, Indonesia akan benar-benar mandiri,” ujarnya.

        Ima menambahkan, kebijakan etanol menjadi momentum penting untuk memperkuat struktur ekonomi energi domestik. Saat ini, hampir separuh kebutuhan BBM Indonesia masih bergantung pada impor. Dengan langkah ini, Indonesia tidak hanya menuju energi hijau, tetapi juga menapaki era baru kemandirian energi berbasis potensi lokal.

        “Kita harus memproduksi sendiri. Jangan sampai ekspor minyak mentah murah tapi impor BBM mahal. Inisiatif seperti etanol justru memperkuat ketahanan energi nasional,” tegasnya.

        Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan kebijakan wajib campuran etanol 10 persen (E10) akan mulai diterapkan secara nasional pada 2025. Langkah ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak serta mendorong pemanfaatan sumber daya nabati dalam negeri.

        Baca Juga: Ketergantungan Impor Metanol Jadi Batu Sandungan Implementasi B50 Tahun Depan

        “Kandungan etanol di dalam BBM akan mengurangi ketergantungan negara terhadap impor bahan bakar,” ujar Bahlil.

        Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah telah menyiapkan pembangunan dua pabrik etanol dari tebu di Merauke dan dari singkong di lokasi yang masih dikaji.

        “Arahan Bapak Presiden sudah jelas untuk kami membangun industri etanol. Butuh dua sampai tiga tahun ke depan untuk memantapkan fondasinya,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: