Kredit Foto: Trend Micro
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mewanti-wanti ketidakseimbangan dalam penerapan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
Sehingga menurutnya dalam menjaga kesimbangan tersebut, penerapan AI harus berkeadilan. Ini disampaikannya dalam acara Indonesia AI Day for Financial Industry 2025 di Jakarta pada Kamis (27/11/2025).
Baca Juga: Indonesia Siapkan Strategi Baru untuk Keuangan Nasional
AI sendiri merupakan salah satu kunci dalam mendukung resiliensi ekonomi.
“Salah satu yang menjadi kunci tentunya sektor yang banyak dibahas, baik dalam G20 kemarin di Afrika, yaitu terkait dengan Artificial Intelligence atau AI. Kemarin Indonesia melalui Wakil Presiden Gibran mengingatkan bahwa AI ini sekarang ini masih dikuasai oleh few companies dan few nations. Pada era saat ini, yang mulai membuat masyarakat dan kita juga mulai berpikir, karena digital itu menghasilkan yang namanya cryptocurrency, menghasilkan algorithm dengan AI, dan itu membuat ketidakseimbangan semakin membesar. Nah oleh karena itu tantangannya bagaimana kita ke depan dengan AI tetap bisa menjaga keseimbangan, kita jaga keadilan. Jangan sampai dengan teknologi yang lebih tinggi, literasinya semakin dalam, maka menimbulkan ketidakseimbangan,” ucapnya, dikutip dari siaran pers Kemenko Perekonomian, Jumat (28/11).
Pemerintah saat ini juga tengah mempersiapkan Peta Jalan Kecerdasan Buatan (AI) yang sedang disusun oleh Kementerian Komunikasi dan Digital. Langkah strategis ini diambil untuk memastikan Indonesia memiliki arah yang jelas dalam memanfaatkan teknologi demi mendukung transformasi ekonomi nasional.
Berdasarkan laporan Sea-conomy 2025, ekonomi digital Indonesia mencatatkan pertumbuhan dua digit di seluruh sektor. Pada tahun 2025, nilai Gross Merchandise Value (GMV) diproyeksikan mendekati USD100 miliar, dengan kontribusi terbesar berasal dari sektor e-commerce. Pertumbuhan pendapatan mencapai 127% pada aplikasi yang menggunakan AI. Optimisme turut terlihat di dalam negeri, dimana sebanyak 56% pekerja yakin AI akan meningkatkan produktivitas mereka (PwC, 2023). Hal ini memperkuat posisi Indonesia sebagai pasar potensial AI ke-4 di Asia.
Di ranah regional dan internasional, Indonesia berperan aktif mendorong integrasi ekonomi digital melalui ASEAN DEFA yang menargetkan nilai ekonomi kawasan hingga USD2 triliun pada 2030. Perundingan DEFA putaran ke-14 telah mencapai kemajuan signifikan dan kini berlanjut ke putaran ke-15 menuju finalisasi pada awal 2026. Sejalan dengan itu, kesepakatan IEU-CEPA yang mencakup perdagangan digital membuka peluang baru untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.
Lebih lanjut, World Bank menegaskan bahwa keberhasilan pengembangan AI bertumpu pada empat pilar utama yaitu connectivity, compute, context, dan competency. Sejalan dengan itu, Indonesia terus mengembangkan keempat pilar tersebut melalui perluasan jaringan infrastruktur dengan pembangunan fiber optik, tower BTS maupun penguatan 4G, 5G dan 6G, mendorong pertumbuhan data center di dalam negeri melalui pemberian insentif fiskal seperti tax holiday dan tax allowance, pengembangan model AI, seperti inovasi dari Indosat Ooredo dan GoTo yang telah menghasilkan Sahabat-AI, salah satu Large language Model (LLM) open-source Indonesia, serta kolaborasi dengan berbagai global tech companies untuk meningkatkan kompetensi talenta digital dan program magang bagi sekitar 20 ribu lulusan baru sebagai bentuk upskilling.
“Kemudian compute terkait dengan data center, AI membutuhkan banyak data center, dan mendorong juga berbagai pembangunan data center yang berbasis green energy, dan Indonesia punya potensi untuk menjadi tempat, regional data center, karena Indonesia punya luas lahan, Indonesia punya air, dan Indonesia punya energi. Jadi itu yang membuat Indonesia di ASEAN dilirik untuk menjadi rumah bagi data center,” ujar Menko Airlangga.
Industri keuangan juga harus mampu berinovasi seperti melalui penerapan Small AI yang dapat membuka peluang pemanfaatan yang lebih inklusif dan terjangkau untuk layanan perbankan digital, aplikasi keuangan mikro, maupun sistem pendukung keputusan bagi UMKM. Selain itu, QRIS menjadi contoh nyata bahwa teknologi digital memperluas inklusi keuangan baik secara domestik maupun internasional. Berdasarkan data per Juni 2025, volume transaksi QRIS mengalami perkembangan 148% (yoy) dan telah digunakan oleh 39 juta merchant, serta 58 juta pengguna.
“Perubahan-perubahan daripada pengembangan AI ini bisa bermanfaat bagi masyarakat. Bersifat adil bagi semuanya dan tidak membuat masyarakat tertinggal. Inilah yang diperlukan untuk pengembangan AI. Jadi kuncinya adalah teknologi AI untuk berkeadilan, teknologi AI untuk kesejahteraan masyarakat dan AI yang membuat ekonomi kita lebih resilience,” pungkas Menko Airlangga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya