Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bahan Baku Tersendat, Dilema UMKM Kue Rumahan Surabaya Gunakan Tepung Beras Lokal

        Bahan Baku Tersendat, Dilema UMKM Kue Rumahan  Surabaya Gunakan Tepung Beras Lokal Kredit Foto: WE
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Para pelaku industri kue rumahan di Kampung Rungkut Lor, Surabaya, Jawa Timur kini mengalami dilema, karena sedang berusaha mencari alternatif bahan baku pembuatan kue yang menggunakan tepung beras.

        Sebagian besar UMKM di Kampung Kue yang memproduksi jajanan pasar tradisional, seperti apem, nagasari, kue lapis pelangi, carabikang, pancong, cucur dan putu ayu, selama ini banyak mengandalkan bahan baku tepung beras kemasan bermerek yang banyak di jual di pasaran. Sementara tepung beras berkualitas yang jadi andalan para pelaku usaha pembuatan kue tersebut menggunakan bahan dasar beras pecah yang diimpor dari luar negeri.

        Sumarti, seorang ibu rumah tangga yang menekuni usaha pembuatan kue rumahan bersama keluarganya di Kampung Kue, Rungkut Lor, Surabaya, mengaku bahwa selama ini ia menggunakan tepung beras kemasan bermerek siap pakai yang ada di pasaran, ketimbang harus menggiling dan membuat tepung beras sendiri. Ia cukup banyak menerima pesanan kue apem dari para pelanggannya, rata-rata mencapai 200-300 potong kue apem perhari, menghabiskan sebanyak 4,5 kilogram tepung beras merek tertentu yang dibelinya di toko. Jika masuk bulan puasa, pesananannya bahkan melonjak sampai 1000 potong.

        Sumarti mengaku sempat mencoba membuat adonan kue apem dengan tepung beras hasil penggilingan beras lokal. Namun produk kue apem yang dihasilkan jauh dari harapan. “Warna kue apemnya cenderung agak kusam kecoklatan, tidak cerah seperti biasa. Adonannya sulit mengembang dan setelah matang hasilnya lembek seperti bubur,” ujar Sumarti.

        Sumarti yang juga membuka toko kue “Dimmar Berprabu” di rumahnya mengaku tak berani menggunakan tepung beras berbahan baku beras lokal, karena kualitas kue apemnya menurun sehingga berpengaruh pada usahanya. Selain teksturnya lebih lembek, kue apemnya tidak bisa tahan lama dibandingkan menggunakan tepung kemasan bermerek. Sumarti lebih memilih menggunakan tepung beras bermerek karena kuenya jadi lebih padat, teksturnya pas, warnanya bagus dan tidak merubah rasa.

        “Saya angkat tangan kalau pakai tepung beras itu lagi (berbahan baku beras lokal). Konsumen banyak yang komplain kok hasilnya beda, dimakannya juga beda. Daripada nanti jadi kendala kalau ada pesanan, lebih baik saya tidak pakai,” ujarnya.

        Kue Nagasari Lembek dan Lengket 

        Pengalaman serupa juga dialami Siti Jamilatun, perempuan paruh baya warga Kampung Kue Surabaya yang menekuni pembuatan kue tradisional nagasari dan lapis pelangi. Jamilatun

        mengungkapkan, ia pernah pula membuat kue nagasari menggunakan tepung beras berbahan baku beras lokal. Kue nagasari yang ia buat ternyata hasilnya kurang bagus, lebih lembek, lengket dan menempel saat dibungkus daun pisang. Selain itu warnanya kurang menarik dan agak kusam, tidak cerah seperti biasanya.

        “Gak berani lagi pakai tepung beras yang itu (berbahan baku gilingan beras lokal), takut gak jadi kuenya. Sudah bikinnya susah, nanti usaha saya juga ikutan susah Saya lebih memilih tepung beras bermerek yang ada di pasaran,” ujar Jamilatun.

        Jamilatun merasakan perbedaan antara membuat kue memakai tepung beras dalam kemasan bermerek, dengan tepung beras berbahan baku beras lokal. “Kalau pakai tepung beras kemasan bermerek mengolahnya tidak susah, hasilnya bagus dan rasanya enak. Sedangkankan kalau pakai tepung beras lainnya (dari bahan baku beras lokal) proses membuatnya lebih sulit, kuenya juga kurang bagus, lebih lengket dan kurang laku dijual. Ini berpengaruh ke penghasilan saya”, katanya.

        Kue Lapis Pelangi Teksturnya Keras dan Apek 

        Ani Mubayana, warga Kenjeran, Surabaya yang punya usaha produksi kue lapis pelangi mengungkapkan pengalamannya menggunakan tepung beras berbahan baku beras lokal. Ia menyebutkan bahwa adonan kue lapisnya jauh lebih kental dari biasanya. Setelah matang, tekstur kue lapis buatannya lebih keras dibandingkan menggunakan tepung beras bermerek yang biasa dibeli di toko dan distributor langganannya.

        “Harusnya kue lapis itu teksturnya kenyal, tapi ini jadinya keras, gak ada kenyal-kenyalnya gitu. Selain itu ada rasa apeknya (bau tidak sedap) kalau sudah matang. Saya kurang rekomendasikan untuk menggunakan tepung beras itu (berbahan dasar beras lokal) untuk membuat kue,” ujar Ani.

        Upaya para pelaku UMKM mencari alternatif tepung beras sebagai bahan baku pembuatan kue, saat ini masih menemui kendala. Mereka masih bergantung pada tepung beras bermerek yang ada di pasaran, karena pertimbangan kualitas yang lebih terjamin dan produk kue yang lebih baik, sehingga mengurangi risiko kerugian.

        Harus Ada Win Win Solution

        Keresahan para pelaku UMKM industri kue rumahan mendapat tanggapan dari pemerintah Kota Surabaya. Menurut Febrina Kusumawati, Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, serta Perdagangan (Dinkopumdag) Surabaya, para pelaku UMKM tentu lebih memahami merek apa yang terbaik bagi mereka untuk membuat kue. “Saya rasa pelaku UMKM tidak sampai mendalami kalau tepung yang terbaik adalah yang terbuat dari beras pecah impor, patokannya adalah pada merek,” ujar Febrina.

        Ia menambahkan, jika saat ini ada kekhawatiran pabrik tepung akan mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku berupa beras impor, terkait larangan impor beras. “Agar tidak bertabrakan dengan kebijakan pemerintah yang melarang impor beras, mulai sekarang pabrik tepung harus melakukan penyesuaian dengan memanfaatkan beras dalam negeri,” tegas Febrina.

        Pemerintah tentu tidak menghendaki pabrik tepung beras yang ikut menggerakan roda perekonomian rakyat akan tutup karena tidak adanya bahan baku beras impor. “Supaya pabrik tepung beras bisa berproduksi dan pelaku UMKM bisa beraktivitas seperti biasa, maka harus ada win win solution. Sebab kalau pabrik tepung beras sampai kesulitan bahan, akan berdampak luas termasuk akan terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Ini yang harus dicegah,” ungkapnya.

        Menurut data Dinkopumdag Surabaya, UMKM di Kota Pahlawan saat ini tumbuh pesat hingga 40 persen dalam empat tahun terakhir. Pada 2021, di Surabaya tercatat sekitar 60 ribu UMKM, kini jumlahnya mencapai lebih dari 106 ribu unit usaha yang sebagian besar bergerak di bidang produk makanan dan jajanan atau industri kue. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Sufri Yuliardi

        Bagikan Artikel: