Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Ketidakpastian ekonomi yang terjadi di sepanjang 2025 diyakini masih akan berlanjut hingga tahun 2026 mendatang. Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menyatakan risiko utama berasal dari geopolitik, ketegangan geoeconomics, serta perlambatan ekonomi negara-negara besar.
Ia menuturkan bahwa konflik di Eropa, Timur Tengah, dan Asia belum menunjukkan tanda mereda. “Tensi geopolitik tampaknya akan berlanjut. Ketidakpastian ini tidak jauh berbeda dari 2025,” ujar Andry, dalam Mandiri Macro and Market Brief 4Q25 Indonesia Economic Outlook yang digelar secara daring, Rabu (3/12/2025).
Ia menilai rivalitas strategis antara Amerika Serikat dan China masih menjadi faktor penekan terbesar yang memengaruhi perdagangan global, arus investasi, dan stabilitas pasar keuangan. Ketegangan dua kekuatan ekonomi tersebut berpotensi memperdalam fragmentasi dan meningkatkan volatilitas lintas pasar.
Baca Juga: Ekonomi RI Tumbuh 35 Persen dalam 7 Tahun di Tengah Ketidakpastian Global
Andry menyoroti tiga jalur transmisi utama yang terdampak ketidakpastian global, yakni perdagangan internasional, arus investasi, serta dinamika pasar keuangan seperti nilai tukar dan imbal hasil obligasi di berbagai negara. Ia juga melihat tren perubahan penggunaan mata uang global seiring meningkatnya transaksi antarnegeri anggota BRICS, yang dalam jangka panjang dapat mengurangi dominasi dolar AS meski berlangsung bertahap.
Selain itu, siklus ekonomi global dinilai semakin sulit diprediksi. Volatilitas pasar, pergeseran likuiditas, dan perubahan sentimen disebut dapat terjadi dalam periode yang lebih pendek dibandingkan pola historis. “Siklus ekonomi kini lebih cepat dan tidak lagi linear,” katanya.
Baca Juga: Menko Airlangga Wanti-wanti Ketidakseimbangan dalam Penerapan AI
Bank Mandiri memproyeksikan pertumbuhan global ke depan bertahan pada level sekitar 3%. Perlambatan China menjadi salah satu risiko terbesar mengingat perannya sebagai motor perdagangan dunia. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan juga menurun meski masih menunjukkan ketahanan.
Andry menilai kondisi tersebut menuntut pelaku usaha, investor, hingga pembuat kebijakan untuk meningkatkan kewaspadaan dan respons adaptif terhadap risiko yang bersifat persisten. “Tantangan global akan tetap besar pada 2026. Namun membaca trajektori dan merespons risiko secara tepat menjadi kunci,” ujar Andry.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: