Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        TPA Cipeucang Ditutup, WALHI Desak Kebijakan Zero Waste

        TPA Cipeucang Ditutup, WALHI Desak Kebijakan Zero Waste Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
        Warta Ekonomi, Tangerang Selatan -

        Penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang memicu krisis sampah di Kota Tangerang Selatan. Sejak penutupan tersebut, tumpukan sampah menggunung di sejumlah ruas jalan dan memunculkan desakan agar pemerintah segera melakukan koreksi menyeluruh terhadap kebijakan pengelolaan sampah nasional.

        Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai kondisi tersebut mencerminkan kegagalan pemerintah dalam mengelola sampah secara sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan. WALHI mendesak pemerintah menetapkan kebijakan berbasis Zero Waste yang menekankan pengurangan sampah dari hulu, tanggung jawab produsen melalui skema Extended Producer Responsibility (EPR), serta desain ulang produk agar minim menghasilkan sampah.

        Selama ini, TPA Cipeucang hanya mampu menampung sekitar 300–400 ton sampah per hari, sementara timbulan sampah di Kota Tangerang Selatan mencapai sekitar 1.000 ton per hari. Ketimpangan kapasitas tersebut menyebabkan sampah menumpuk di berbagai lokasi sejak 10 Desember 2025, termasuk di depan Pasar Cimanggis, Ciputat, meskipun pengangkutan telah dilakukan.

        Baca Juga: Korban Ratusan Jiwa, WALHI Sebut Bencana Sumatera Murni Ekologis: Tagih Evaluasi Izin dan Tanggung Jawab Korporasi

        WALHI menilai situasi ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan akumulasi dari kegagalan perencanaan jangka panjang berbasis data.

        Manajer Kampanye Perkotaan Berkeadilan WALHI, Wahyu Eka Styawan, menyatakan penutupan TPA Cipeucang tidak sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mewajibkan pengelolaan secara sistematis dan berkelanjutan, termasuk pengurangan sampah dari sumbernya.

        Menurut WALHI, pemerintah belum menetapkan target pengurangan sampah secara jelas dan tidak menjalankan kebijakan pengurangan dari hulu ke hilir.

        WALHI menilai persoalan tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Tangerang Selatan, tetapi juga Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Selama ini, kebijakan pengelolaan sampah dinilai masih berfokus pada solusi di hilir, seperti Pembangkit Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL), Waste to Energy (WtE), atau Refuse Derived Fuel (RDF), yang dinilai tidak menyelesaikan persoalan timbulan sampah.

        “Pemerintah harus memaksa penerapan kebijakan berbasis konsep Zero Waste City yang menekankan pengurangan di hulu, sistem guna ulang, dan tanggung jawab produsen melalui skema EPR, termasuk desain ulang produk agar minim sampah,” jelas Wahyu.

        Baca Juga: Walhi Tantang Pernyataan Bobby Nasution soal Banjir Sumut: Ini Fakta Sebenarnya

        WALHI mendesak KLH untuk segera menyusun kebijakan Zero Waste City yang dilengkapi peta jalan (roadmap) terintegrasi antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, WALHI meminta agar KLH menetapkan regulasi yang mengikat penerapan EPR sehingga tanggung jawab produsen bersifat wajib.

        Menurut WALHI, tanpa perubahan paradigma pengelolaan sampah dari hulu ke hilir, krisis seperti penutupan TPA Cipeucang akan terus berulang, sebagaimana yang terjadi di TPA Piyungan, Yogyakarta. WALHI menilai pengabaian tata kelola sampah yang berkelanjutan berdampak langsung pada hak warga atas lingkungan hidup yang sehat.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Djati Waluyo

        Bagikan Artikel: