WE Online, Jakarta - Advokat senior OC Kaligis meminta majelis hakim yang mengadilinya dalam perkara dugaan pemberian suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan tidak mengikuti opini publik dan tuntutan KPK.
"Janganlah kita menghukum orang yang tidak bersalah hanya karena tirani opini publik yang telah menuntut penjatuhan hukuman atas dirinya. Janganlah kita menghukum seseorang karena kuatnya tuntutan untuk memberantas tindak pidana korupsi sehingga apapun yang dikatakan KPK tentang kejahatan yang dituduhkan pada dirinya kita terima sebagai kebenaran," kata OC Kaligis saat membacakan pledoi (nota pembelaan) di gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Kaligis membacakan pledoi pribadi berjudul "Tuntutan Penuh Kedengkian" sepanjang 53 halaman selama sekitar 2 jam. Pledoi itu menanggapi tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Kaligis divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan dalam perkara tersebut.
"Saya percaya yang mengatakan hal itu tidak pernah ikut persidangan, tidak pernah membaca berita acara pemeriksaan dan tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan. Entitas-entitas kekuasaan ini memang tidak perlu lagi mengikuti persidangan karena sering kali memboroskan tenaga, waktu, yang mulia karena entitas kekuasaan ini sudah membuat keputusan sendiri berdasarkan opini dan persepsi sendiri. Siapapun yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka di KPK, orang itu bersalah dan majelis hakim harus mengikuti hal yang sama untuk menyatakan orang itu bersalah. Padahal entitas peradilan seharusnya bebas merdeka dari segala tekanan, independen dari paksaan, maka majelis hakim yang mulia dihakimi oleh entitas-entitas itu," ungkap Kaligis.
Kaligis juga menuding jaksa penuntut umum KPK yang dipimpin Yudi Kristiana telah melakukan rekayasa sedemikian rupa sehingga tampak sebagai fakta-fakta hukum dan kebenaran.
"KPK mengorbankan kebenaran hanya demi kemenangan, termasuk dalam proses saya sebagai tersangka dengan melakukan pemblokiran rekening-rekening yang tidak ada hubungannya dengan perkara. KPK dengan para penyidik dan JPU terlalu bersemangat dan bermental menang dengan cara apapun, termasuk melanggar KUHAP sekalipun, demi untuk mencapai target, demi pencitraan positif di mata masyarakat, demi karir tanpa peduli prinsip-prinsip hukum," tambah Kaligis.
Prinsip KUHAP, menurut Kaligis, adalah bahwa seharusnya ia yang bukan penyelenggara negara dituntut separuh dari tuntutan untuk penyelenggara negara yaitu hakim PTUN Medan Tripeni Irianto Putro yang dituntut 4 tahun penjara.
"Saya dituntut 10 tahun, dalam paket yang sama dengan Tripeni Irianto Putro dan panitera Syamsir Yusfan. Tripeni dituntut 4 tahun kemudian Syamsir dituntut 4,5 tahun, menurut KUHP dan yurisprudensi mestinya saya dituntut 50 persen dari mereka. dan saya yakin KPK pun menuntut Gary (Muhammad Yagari Bhastara Guntur) jauh di bawah saya padahal Gary adalah otak dan pelaku utama," tambah Kaligis.
Kaligis juga mengaku bahwa bila ia divonis bersalah berarti ia pun mendapatkan hukuman mati karena ia sudah lanjut usia.
"Kalau saya dengan usia saya 74 tahun, bukan saja kantor dan para pengacara saya dilumpuhkan tapi dalam benak KPK, saya harus mendapat hukuman mati. Semoga hakim yang mulia masih mau melihat saya sebagai manusia yang masih berguna bagi perjuangan hukum di Indonesia," ungkap Kaligis.
Sehingga Kaligis pun meminta agar ia dibebaskan dari seluruh dakwaan yang didakwakan ditambah dengan rehabilitasi nama dan pembukaan rekening.
"Perkenankanlah saya memohon hal berikut kepada majelis hakim, yaitu menyatakan terdakwa Otto Cornelis Kaligis tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya baik dalam dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua. Menyatakan membuka seluruh blokir atas rekening-rekening atas nama Otto Cornelis Kaligis. Mengembalikan kemampuan nama baik, harkat, dan martabat terdakwa Otto Cornelis Kaligis ke dalam kedudukan semula. Semoga penegak hukum tahu bahwa saya bukan pencuri uang negara," jelas Kaligis.
Dalam perkara ini, Kaligis didakwa menyuap 3 hakim PTUN Medan yaitu Tripeni Irianto Putro selaku ketua majelis hakim sebesar 5 ribu dolar Singapura dan 15 ribu dolar AS, dua anggota majelis hakim yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi masing-masing 5.000 dolar AS serta Syamsir Yusfan selaku Panitera PTUN Medan sebesar 2.000 dolar AS sehingga totalnya 27.000 dolar AS dan 5.000 dolar Singapura.
Namun Kaligis hanya mengakui pemberian uang senilai 1.000 dolar AS kepada panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan.
Tujuan pemberian uang itu, menurut jaksa, adalah untuk mempengaruhi putusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara atas penyelidikan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Perbuatan OC Kaligis merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Achmad Fauzi
Tag Terkait: