WE Online, Jakarta - Kejaksaan Agung mulai menyelidiki dugaan kerugian Negara sekitar Rp1,2 triliun dari kerja sama antara BUMN PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan PT Grand Indonesia atau PT Cipta Karya Bersama (CKB).
"Kejagung sudah resmi kirim surat panggilan pemeriksaan ke sejumlah pihak, Selasa (16/2), yang ditandatangani oleh Direktur Penyidikan Jampidsus untuk penyelidikan tindak pidana korupsi yang kami laporkan ke Kementerian BUMN dan Wantimpres," kata Michael Umbas, salah seorang komisaris PT HIN di Jakarta, Senin (15/2/2016).
Ia menuturkan sejak masuk sebagai komisaris akhir November 2015), ia menemukan kejanggalan dalam implementasi kontrak BOT (Build, Operate, Transfer) antara PT GI/CKBI dan BUMN PT Hotel Indonesia Natour (HIN), antara lain pembangunan Gedung Menara BCA dan Gedung Apartemen Kempinski yang jelas-jelas tidak tercantum dalam kontrak BOT.
"Akibatnya tidak ada kompensasi yang diterima oleh PT HIN. Padahal dua gedung ini dikomersilkan dengan nilai yang tinggi, sehingga ini jelas sekali merupakan kerugian negara. Ini harus diproses hukum," Michael yang juga relawan Jokowi.
Selain itu, lanjut dia, ada juga temuan kerugian negara lainnya senilai minimal Rp1,2 triliun terkait perpanjangan BOT selama 20 tahun pada tahun 2010 yang sudah diperkuat dalam temuan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) oleh BPK RI.
"Semoga aparat hukum dapat membongkar tuntas kasus ini untuk menyelamatkan aset negara dan menjerat para pelaku sesuai hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Kami juga sangat berharap teman-teman media tidak tutup mata dan ikut mengawal proses kasus ini," katanya.
Sebelumnya, Michael membeberkan dugaan pelanggaran Grand Indonesia atas kontrak BOT itu ke Kementerian BUMN, Wantimpres, dan media massa.
Dalam kontrak BOT yang ditandatangani 13 Mei 2004, disepakati empat objek fisik bangunan di atas tanah negara HGB yang diterbitkan atas nama PT GI yakni hotel bintang lima (42.815 m2), pusat perbelanjaan I seluas 80.000 m2, pusat perbelanjaan II seluas 90.000 m2 dan fasilitas parkir seluas 175.000m2, ungkap Michael.
Tapi realisasi yang tertuang dalam berita acara penyelesaian pekerjaan, 11 Maret 2009, ternyata ada tambahan bangunan yakni gedung perkantoran (Menara BCA) dan apartemen (Kempinski) yang tidak tercantum dalam perjanjian BOT dan belum diperhitungkan besaran kompensasi ke PT HIN.
Akibat dugaan kecurangan itu, lanjut Michael, PT HIN kehilangan memperoleh kompensasi yang lebih besar dari penambahan dua bangunan yang dikomersilkan tersebut. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: