Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan ratusan ribu anak buah kapal (ABK) di negara-negara kawasan ASEAN rentan mengalami praktik perdagangan manusia dan perbudakan sehingga pihak otoritas perlu menanggulanginya.
"Perlindungan terhadap hak-hak ABK asal Asia Tenggara belum menjadi perhatian utama 10 negara anggota ASEAN. Padahal, mayoritas ABK berasal dari kawasan ini," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (7/10/2016).
Untuk itu, Abdul Halim yang juga menjabat sebagai Koordinator Regional South East Asian (SEA) Fish for Justice mendesak 10 negara anggota ASEAN untuk meratifikasi Konvensi No. 188 Tahun 2007 Tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan.
Pusat Data dan Informasi SEAFish for Justice per Oktober 2016 mencatat sebanyak 182.552 ABK di Asia Tenggara berasal dari Kamboja, Indonesia, Myanmar, Filipina, Myanmar, Thailand, Vietnam, dan Laos.
SEAFish for Justice juga mencatat, tiadanya latihan kerja, minusnya akses terhadap mekanisme keberatan, lemahnya penegakan hukum, dan minimnya pengawasan terhadap situasi dan kondisi kerja yang dihadapi ABK menjadi penyebab terjadinya praktek perbudakan.
"Pada konteks ini, ABK-ABK asal Asia Tenggara rentan diperdagangkan hingga mengalami perlakukan sebagai budak," jelas Halim.
Selain ratifikasi Konvensi ILO No 188/2007, SEAFish for Justice juga mendesak ASEAN dan 10 negara anggotanya memperbaiki sistem regulasi, kelembagaan, dan dukungan anggaran dalam rangka memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada calon dan ABK-ABK.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencemaskan nasib ratusan ribu anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Indonesia yang belum terdaftar secara resmi dan hidup sebagai budak di berbagai kawasan perairan dunia.
"Kami perkirakan ABK warga negara Indonesia sekitar 300 ribu orang 'unregistered' (tidak terdaftar)," kata Menteri Susi dalam acara diskusi yang digelar oleh UNDP-Rappler Indonesia di Jakarta, Kamis (29/9).
Menurut Susi, ratusan ribu ABK Indonesia yang tidak terdaftar secara legal itu diperbudak dan disuruh kerja dengan sangat keras di dalam industri penangkapan ikan global, serta bila mereka tidak mau akan dibuang ke laut.
Dia memaparkan, orang Indonesia yang dipekerjakan sebagai ABK antara lain di Laut Bering dan perairan Afrika, sehingga diharapkan berbagai pihak termasuk anak muda bisa memiliki kepedulian yang khusus untuk menelitinya.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI itu juga menyatakan bahwa ada sekitar 700 ribu orang yang menjadi kru dalam aktivitas "illegal fishing" atau penangkapan ikan secara ilegal di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, diperkirakan yang terbesar berasal dari Indonesia. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement