Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menyampaikan ketika kurs rupiah menguat terhadap mata uang asing tidak selalu akan berdampak baik bagi perekonomian dalam negeri.
"Selama ini ada persepsi yang keliru di mata publik, kalau rupiah menguat maka hal itu positif padahal tidak demikian," kata dia di Jakarta, Senin (10/10/2016).
Ia menyampaikan hal itu sebagai pembicara utama pada temu wartawan daerah Bank Indonesia dihadiri 220 jurnalis dari 24 kota di Indonesia.
Menurutnya saat ini ekspor dan impor Indonesia mengalami defisit dan jika rupiah terlalu kuat maka yang akan terjadi adalah biaya impor murah sehingga produksi dalam negeri menjadi turun.
Akibatnya impor akan semakin besar mengalami defisit dan ekspor menjadi tidak kompetitif, selain itu jika rupiah terlalu kuat maka utang valuta asing menjadi kian besar karena nilainya murah, katanya.
Mirza menyebutkan pada 2013 ekspor dan impor Indonesia mengalami defisit sekitar 31 miliar dolar AS, 2014 17 miliar dolar AS dan pada 2016 sekitar 21 miliar dolar AS.
Namun menurutnya pada kurun waktu 2000 sampai 2010 ekspor dan impor Indonesia sempat mengalami surplus karena ketika itu harga komoditas sedang bagus.
Ekspor Indonesia didominasi oleh pertambangan dan perkebunan, setelah 2010 harga komoditas tersebut turun sehingga ekspor menjadi defisit, katanya.
Oleh sebab itu, menurut dia, yang terbaik adalah kurs rupiah terhadap mata uang asing stabil bukan terus menguat.
Namun pada sisi lain ia mengatakan jika kurs melemah juga tidak baik karena daya beli masyarakat akan turun. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Advertisement