Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad mengatakan keuangan syariah dapat menjadi salah satu upaya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Prinsip-prinsip khas keuangan syariah yang memihak pada pemerataan pendapatan dan berorientasi pada kegiatan sosial lingkungan, menjadikan pengembangan sistem keuangan syariah menjadi sangat relevan dengan pencapaian target-target SDGs," kata dia.
Keuangan syariah juga tidak hanya bisa menjangkau aspek pemberantasan kemiskinan. Namun juga mencakup peningkatan kesehatan, penyediaan pendidikan yang berkualitas, kesetaraan gender, pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, antisipasi perubahan iklim dan juga penurunan tingkat ketimpangan tingkat pendapatan.
Terkait industri perbankan syariah domestik, Muliaman mengatakan, kualitas pembiayaan telah meningkat, ditandai rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing?(NPF) yang turun menjadi 4,81 persen per Juli 2016.
Sementara profitabilitas atau return of assets?(ROA) meningkat menjadi 1,06 persen per Juli 2016, dari 0,91 persen per Juli 2015. Adapun rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) membaik menjadi 92,78 persen dari dari 94,19 persen.
Selain itu, terjadi peningkatan kecukupan permodalan perbankan syariah yang tercermin dari kenaikan rasio kecukupan modal inti atau capital adequacy ratio (CAR), yaitu menjadi 14,86 persen per Juli 2016 dari 14,47 persen.
Sementara untuk pasar modal syariah, persentase nilai masing-masing efek syariah dari total efek per 23 September 2016 adalah saham syariah sebesar 55,97 persen, sukuk korporasi 3,88 persen, reksa dana syariah 3,76 persen dan sukuk negara sebesar 15,08 persen.
Sedangkan perkembangan industri keuangan non bank (IKNB) Syariah sampai Juli 2016, total asetnya meningkat 23,18 persen menjadi Rp80,1 triliun. Pertumbuhan aset didominasi oleh penambahan pelaku usaha serta pengembangan produk dan layanan IKNB Syariah.
Sementara itu, sukuk Indonesia di lingkup global telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan yang mencapai sekitar 23,3 persen, atau sekitar 10,15 miliar dolar AS dari total penerbitan sovereign sukuk internasional. Indonesia merupakan negara pertama yang memiliki sukuk retail.
Muliaman menyampaikan bahwa pasar modal syariah juga bisa berperan signifikan dalam membantu pembiayaan proyek-proyek infrastruktur pemerintah, terutama melalui pengembangan pasar sukuk.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Sarjito menilai masa depan keuangan syariah masih menjanjikan kendati pertumbuhan ekonomi global masih mengalami perlambatan.
"Saya yakin masa depan industri keuangan syariah menjanjikan. Meskipun demikian, masih banyak tantangan dan ketidakpastian," katanya.
Menurut dia, industri keuangan syariah di Indonesia menunjukkan perkembangan yang luar biasa. Berdasarkan Laporan Indonesia Islamic Finance, aset industri keuangan syariah tumbuh 10 persen pada 2015 yakni mencapai Rp617 triliun. Pertumbuhan tersebut melampaui pertumbuhan aset keuangan konvensional. Tren yang sama juga terjadi pada negara-negara lain yang mengembangkan keuangan syariah.
Kendati demikian, setelah mengalami pertumbuhan double digit?pada dekade-dekade sebelumnya, beberapa ekonom memprediksi pertumbuhan industri keuangan syariah kemungkinan besar akan melambat pada tahun ini. Pelambatan itu seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, ketidakpastian politik, harga minyak dan komoditas yang menurun, dan perubahan-perubahan yang cepat dalam kerangka regulasi global.
Sehubungan dengan itu, OJK mengharapkan pelaku usaha sektor riil memanfaatkan sistem keuangan berbasis syariah dalam mengembangkan usahanya. Dengan demikian keuangan syariah mampu memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap kinerja perekonomian nasional. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement