Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Ra'uf menjelaskan bahwa saat ini pihaknya sedang fokus dalam pengawasan kegiatan bisnis yang memiliki potensi kartel bermetode digital.
"Saat ini persekongkolan sudah semakin canggih, banyak juga bentuk persekongkolan yang tertutup bahkan sudah menggunakan metode digital yang tidak lagi ada dokumen fisik, sehingga susah diselidiki," kata Syarkawi Ra'uf ketika berdiskusi dengan wartawan di Kantor KPPU, Jakarta, Senin (24/10/2016).
Oleh karena itu, KPPU menyarankan untuk diberikan kewenangan dalam hal penyelidikan dokumen serta penggeledahan, hal itu tidak kemudian menjadikan KPPU sebagai lembaga 'Super Body'.
Ia juga menjelaskan bahwa ketika melakukan penyelidikan, KPPU akan menyertakan tim penyidik dari Kepolisian, sehingga tetap ada petugas khusus sesuai dengan fungsi dan tugas otoritas tersebut.
"Banyak data yang akarnya tidak terlacak di internet, sehingga perlu penyelidikan awal yang bersifat penggeledahan, tentunya harus join investigasi dengan pihak kepolisian, bukan dilaksanakan oleh KPPU sendiri," katanya.
Selain itu, KPPU juga meminta agar diberi kewenangan yang lebih luas untuk menyelidiki kegiatan usaha yang berada di luar negeri, namun memiliki dampak ekonomi besar terhadap Indonesia.
Banyak perusahaan yang berada di dalam negeri melakukan kegiatan merger dengan perusahaan luar negeri dan tidak melaporkan kegiatan bisnis tersebut, kemudian memiliki potensi penyalahgunaan, begitu juga sebaliknya.
Ia juga menyarankan agar kooperatif atau kerja sama dari setiap pemiliki kegiatan usaha ketika dalam proses pengawasan serta penyelidikan. Penguatan KPPU melalui revisi undang-undang ini sedang diolah di Komisi VI, dan diharapkan mampu melindungi kegiatan usaha di Indonesia.
Menurut data terakhir, KPPU sedang memproses tiga perusahaan yang mangkal dari pelaporan merger yang menimbulkan hukuman hingga menghasilkan nominal Rp75 miliar. Ketiga perusahaan tersebut bergerak di bidang konstruksi jalan raya.
Merger yang wajib lapor adalah merger yang dirasa memiliki dampak suatu kegiatan perekonomian, atau secara aset berada pada nominal Rp2,5 triliun dengan omset kisaran Rp5 triliun setelah terjadinya merger. (ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement