Maskapai penerbangan Australia Qantas Airways Ltd memperingatkan laba pada paruh kedua tahun 2016 dapat anjlok hampir seperenam disebabkan oleh persaingan ketat yang membuat tarif penerbangan internasional kian turun.
Dengan menyebut dampak dari rendahnya tarif penerbangan internasional, makapai yang disebut dengan "Flying Kangaroo" tersebut, menyusul Cathay Pacific Airways Hong Kong, Emirates Airline Dubai dan Air New Zealand yang mengeluhkan terjadinya perang harga tersebut dalam beberapa pekan terakhir.
Peringatan tersebut juga menggarisbawahi komentar CEO Alan Joyce pada pertemuan tahunan perusahaan tanggal 21 Oktober, ketika ia mengatakan bahwa Qantas Airways berkompetisi dengan 30 maskapai penerbangan pada rute penerbangan London menuju Australia.
Hal tersebut akan memberikan tekanan pada Joyce untuk memaksimalkan imbal hasil dari sejumlah perencanaan baru, yakni rute penerbangan China ke Australia, yang merupakan strategi pertumbuhan yang dilakukan Qantas dan saingannya Virgin Australia Holdings Ltd.
Qantas memprediksi laba sebelum pajak akan berada pada kisaran A$ 800 juta (US$ 607 juta) hingga US$ 850 juta untuk semester yang berakhir pada 31 Desember 2016. Angka ini merosot dibandingkan A$ 921 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Secara keseluruhan pendapatan turun 3 persen menjadi A$ 3,98 miliar dalam tiga bulan yangberakhir pada September, termasuk penurunan 6,9 persen dalam pendapatan internasional. Padahal, jumlah penumpang tumbuh 2,5 persen. Biaya bahan bakar yang harus dikeluarkan Qantas pada semester pertama mencapai A$1,5 miliar. Untuk keseluruhan tahun, biaya bahan bakar Qantas akan mencapai A$3,15 miliar.
Sepanjang tahun ini, saham Qantas sudah anjlok 27 persen. Qantas mencanangkan pertumbuhan kapasitas hingga 50 persen. Di seluruh dunia turunnya harga avtur yang merupakan biaya terbesar maskapai mendorong penambahan penerbangan dan akhirnya menekan harga tiket.
"Qantas menghadapi kondisi pendapatan internasional yang lebih menantang. Sama halnya dengan sebagian besar maskapai di seluruh dunia, kami juga menghadapi harga tiket internasional yang lebih rendah dibandingkan 12 bulan lalu," kata CEO Qantas Alan Joyce, seperti dikutip dari laman Reuters di Jakarta, Sabtu (5/11/2016).
Pihak Qantas menyatakan biaya bahan bakar yang lebih murah dan program pemangkasan biaya tidak akan cukup untuk mengompensasi pendapatan yang menurun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement