Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluhkan masih kecilnya jumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengikuti program Tax Amnesty, padahal perusahaan milik negara merupakan entitas bisnis pemerintah yang memiliki aset sangat besar.
"Saat ini dari 701 BUMN dan anak usahanya yang menjadi wajib pajak (WP), hanya 28 WP yang ikut tax amnesty, dengan nilai tebusan sebesar Rp13,01 miliar atau rata-rata tebusan sebesar Rp464,75 juta. Kalau hanya sebesar itu, saya rasa ini memalukan," kata Sri, saat sosialisasi Tax Amnesty, di Gedung Pertamina, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Menurut Sri Mulyani, padahal pajak merupakan faktor penting dalam membangun perekonomian nasional.
Di hadapan sekitar 600 pejabat direksi dan komisaris BUMN Sri menjelaskan bahwa setiap Rp1 triliun penggunaan pajak bisa membangun total 3,5 km jembatan, atau bisa untuk membangun 155 km jalan, bisa untuk membangun 11.900 rumah prajurit, atau bisa untuk menyediakan beras sebanyak 729 ton untuk rakyat miskin, bisa untuk menyediakan 306.000 ton pupuk, bisa untuk bantuan langsung bagi 355.000 keluarga miskin, dan setara dengan kebutuhan lainnya.
Sri juga menggambarkan setiap Rp1 triliun penggunaan pajak pada transfer daerah dan dana desa, bisa untuk membangun sebanyak 6.765 ruang kelas SD, atau bisa untuk membangun 5.511 ruang kelas SMP, atau membangun 4.182 ruang kelas SMA.
Selain itu, dana sebesar itu dinilai bisa untuk membangun sebanyak 50 rumah sakit, atau bisa untuk memberi tunjangan profesi bagi 23.585 orang guru profesional dalam setahun, memenuhi bantuan operasional sekolah (BOS) 1,25 juta SD setahun, atau bisa untuk membangun 2.108 puskesmas dan lainnya.
"Pajak memang menjadi instrumen fiskal utama negara yang dijadikan alat untuk mencapai tujuan negara mencapai keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Sri juga menyoroti rendahnya kesadaran para direksi dan komisaris BUMN yang jumlahnya mencapai 2.930 orang untuk mengikuti program amnesty pajak.
Dari 1.543 WP direksi BUMN hanya 20 persen yang ikut tax amnesty dengan nilai tebusan tertinggi Rp44,5 miliar dan terendah Rp600.000, sedangkan dari 1.387 WP komisaris BUMN hanya 24 persen yang mengikuti amnesty pajak dengan nilai tebusan tertinggi Rp111,2 miliar dan terendah Rp120.000.
"Rendahnya jumlah komisaris dan direksi untuk mendeklarasikan hartanya bisa saja mengindikasikan BUMN sudah compliance (patuh) terhadap aturan. Tapi apa ya jumlahnya segitu, saya sih masih tidak percaya. Masak sih," katanya.
Padahal diutarakan Sri, besaran gaji ataupun pendapatan direksi dan komisaris BUMN jauh lebih tinggi dibanding gaji pejabat di Kementerian dan Lembaga.
"Gaji besar, setiap periode tertentu direksi dan komisaris dapat tantiem. Masak ya, deklarasi tebusan masih rendah. Saya rasa, semua jajaran komisaris dan direksi harus kembali mengecek apakah sudah semua hartanya dilaporkan. Mungkin saja masih ada apartemen, tanah, mobil yang belum dilaporkan," ujar Sri.
Menurut dia, bisa saja saat ini tidak melaporkan hartanya karena memang merupakan hak seseorang. Namun, setelah program amnesty pajak rampung Pemerintah langsung menerapkan non amnesty tax, sehingga para wajib pajak yang tidak mendeklarasikan sekarang akan dikenai pajak yang lebih besar karena dianggap sebagai pendapatan tambahan.
Untuk itu, ia meminta Dirut-Dirut BUMN ikut mensosialisasikan program tax amnesty kepada seluruh perusahaan dan anak usaha sehingga informasi positifnya lebih meluas dan bisa meningkatkan nilai tebusan.
"BUMN sebagai badan, direksi dan komisaris, suplier dan vendor harus dijelaskan soal tax amnesty. Ajak mereka untuk ikut dan memulai suatu tradisi kepatuhan baru," ujarnya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement