Kredit Foto: Sufri Yuliardi
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk memprediksi kebijakan bank-bank sentral negara-negara emerging market seperti Indonesia akan merespon kebijakan kenaikan the Fed fund rate (FFR) di tahun depan tidak dengan menaikan suku bunga acuannya.
Sehingga bagi Bank Indonesia (BI), diprediksi akan menggunakan instrumen lain bukan lagi dengan cara BI 7 Day Reverse Repo Rate. Instrumen lainnya, bisa dengan menaikkan Giro Wajib Mininum (GWM) lagi. Posisi saat ini GWM sebesar 6,5 persen.
"Kan sekarang GWM itu dilonggarkan. Nah nantinya, mungkin bisa dinaikkan secara perlahan-lahan. Tapi harus disesuaikan dengan kondisi likuiditas perbankan Indoneisa," ujar Sekretaris Perusahaan, Ryan Kiryanto dalam diskusi bertajuk "Workshop Digital Banking BNI" di Jakarta, Kamis (22/12/2016).
Menurut dia, jika nanti FFR naik tiga sekali sebesar 75 basis points (bps) maka semua bank sentral dunia akan mengantisipasi fenomena ini. Pasalnya saat ini, jelas dia, acuan bank sentral dunia ada tiga, slain FFR, ada Bank of Engkand (BoE) rate, dan Bank of Japan (BoJ) rate.
"Sehingga, jika FFR naik, BI tak akan mungkin menaikan instrumen suku bunganya untuk merespon kenaikan suku bunga di AS itu," papar dia.
Kemudian respon BI lainnya, kata dia, akan lebih mendekatkan kebijakan makroprudensialnya. Misalnya, dengan pengetatan kebijakan loan to value (LTV).
"Langkah ini dilakukan, agar jangan sampai sektor keuangan dan perbankan kita alami pukulan dari dampak kenaikan suku bunga di AS," ujarnya.
Dan kebijakan pengetatan LTV itu, kata Ryan, untuk menjaga pertumbuhan perbankan, terutama untuk laju kredit bisa terus berlanjut dengan baik dan tetap sehat. "Apa gunanya kita terlalu longgar kalau ada masalah di lain hari. Misalnya NPL (non performance loan) naik," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement