Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

2017, Bos OJK Yakin Perbankan Syariah Tumbuh Normal

2017, Bos OJK Yakin Perbankan Syariah Tumbuh Normal Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis industri perbankan syariah pada 2017 akan kembali tumbuh normal setelah terkena imbas perlambatan ekonomi global dan domestik dalam dua tahun terakhir.

"Kami optimis bank syariah "back to normal" tahun depan, setelah melalui masa yang tidak mudah, terutama dampak dari penurunan ekonomi yang menghantam beberapa sektor tertentu," kata Ketua Dewan Komisoner OJK Muliaman D Hadad saat jumpa pers di Gedung OJK Jakarta, Jumat (30/12/2016).

Berdasarkan data OJK, per September 2016, pembiayaan perbankan syariah hanya tumbuh 12,91 persen mencapai Rp235,01 triliun, di mana pada tahun sebelumnya selalu tumbuh di atas 20 persen.

Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) industri perbankan syariah sendiri meningkat 20,16 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp263,52 triliun.

Sementara itu, rasio pembiayaan bermasalah (non performing finance/NPF) juga tercatat masih relatif tinggi yakni mencapai 4,3 persen per September 2016. Pada bulan sebelumnya bahkan sempat mencapai 4,94 persen.

Sektor pertambangan memang menjadi salah satu penyumbang NPF tertinggi, selain sektor listrik, gas dan air. Dampak dari rendahnya harga komoditas masih dirasakan oleh perbankan syariah pada tahun ini.

"Tahun ini, dampak NPF 2015 saya kira terus konsolidasi maka dilihat pertumbuhan kredit dan pembiayaannya relatif rendah. 2017 kami harap bank syariah back to normal setelah mencuci gudang NPF di 2015. Jadi nanti mungkin agak lebih kurus badannya, tapi bukan karena sakit, tapi karena lebih sehat," ujar Muliaman.

Muliaman menuturkan pemulihan ekonomi global masih berjalan lambat dan diwarnai risiko ketidakpastian. Risiko yang dihadapi berasal dari inflasi negara-negara maju, kecuali Amerika Serikat yang tingkat inflasinya masih jauh dari target seiring permintaan domestik yang masih lemah.

Risiko lainnya yakni pengetatan kebijakan moneter AS yang lebih cepat, perekonomian Tiongkok sebagai lokomotif dunia tumbuh melambat, dan munculnya gerakan nasionalisme khususnya di negara maju yang cenderung lebih protektif.

Sepanjang tahun 2016, Bank Dunia dan Dana Moneter Intenasional (IMF) merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi global. Pemangkasan proyeksi pertumbuhan global juga disertai dengan penurunan volume perdagangan dunia tahun 2016 yang semakin menegaskan belum solidnya pemulihan ekonomi global.

Pertumbuhan ekonomi global di tahun 2017 diproyeksikan sedikit mengalami penurunan dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2016.

Sejalan dengan perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi domestik tahun 2016 menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik dibanding negara Emerrging Markets lainnya.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III-2016 tercatat sebesar 5,02 persen, sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,19 persen. Meskipun demikian, pertumbuhan ini masih lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan III-2015 sebesar 4,74 persen. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: