Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya untuk terus menjaga stabilitas keuangan di Indonesia. Sejumlah langkah di tahun 2016 telah dilakukan regulator untuk menjaga hal tersebut.
Misalnya OJK telah membentuk Satuan Tugas Khusus untuk Pengawasan Terintegrasi, Pengawasan Berbasis Risiko (RBS), dan meluncurkan Global Master Repurchase Agreement (GMRA) dan pengawasan Market Conduct.
"OJK juga melakukan terobosan baru dengan meluncurkan Sistem Perizinan Terintegrasi (SPRINT) yang dapat mempercepat proses perizinan bancassurance dari 101 hari menjadi 19 hari," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad di Jakarta, Jumat (30/12/2016).
SPRINT, jelasnya, juga telah diimplementasikan untuk perizinan Penjualan Reksa Dana Melalui Bank Selaku APERD (Agen Penjual Efek Reksa Dana) dan pendaftaran Akuntan Publik. Selain itu, untuk meningkatkan efisiensi transaksi produk pengelolaan investasi juga telah dikembangkan infrastruktur berupa sistem S-Invest termasuk peraturan OJK yang memayunginya.
Selain itu, lanjut Muliaman, OJK senantiasa bersama-sama dengan anggota Forum Kordinasi Stabilitas Sistem Keuangan memantau perkembangan terkini pasar dan perekonomian global maupun domestik yang berpotensi mempengaruhi kondisi SJK.
"Koordinasi dengan pihak-pihak terkait senantiasa diperkuat agar kinerja industri keuangan dan stabilitas sistem keuangan nasional tetap terjaga," ucapnya.
Penguatan framework pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan Indonesia khususnya perbankan pada akhir tahun 2016 ini telah mendapatkan pengakuan internasional.
Dari hasil asesmen Regulatory Consistency Assessment Programme (RCAP) terhadap sektor perbankan Indonesia yang dilakukan beberapa bulan lalu, BCBS menetapkan Indonesia mendapatkan rating Compliance (C) untuk RCAP LCR (liquidity coverage ratio) dan rating largely compliant (LC) RCAP Capital. Penilaian tersebut merupakan rating yang paling optimal untuk Indonesia terhadap penilaian konsistensi regulasi di bidang perbankan dengan standar internasional.
Sejauh ini berdasarkan pemantauan OJK, ketahanan Industri Perbankan dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) secara umum masih memadai. Risiko likuiditas, kredit, dan pasar LJK masih terjaga, ditopang oleh permodalan yang cukup tinggi.
"Per November 2016, Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan berada pada level 23,13%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi juga terjaga pada level yang tinggi (509,82% untuk asuransi jiwa dan 266,1% untuk asuransi umum). Pada perusahaan pembiayaan, gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 3,02 kali, masih jauh di bawah ketentuan maksimum 10 kali dan menyediakan banyak ruang untuk pertumbuhan," jelas Muliaman.
Sementara Kredit bermasalah di perbankan (Non-Performing Loan/NPL) terjaga pada level yang relatif rendah, yaitu 3,18% gross; 1,38% net. Demikian juga pada perusahaan pembiayaan, Non-Performing Financing (NPF) juga terjaga pada level yang rendah, yaitu 3,20%. Di tengah kondisi perlambatan ekonomi, level NPL dan NPF tersebut masih terjaga jauh di atas threshold (5%).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Vicky Fadil
Advertisement