Kebun cabai seluas satu hektare di kompleks Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas I Makassar gagal panen akibat cuaca buruk. Kebun yang ditanami ribuan pohon cabai tersebut terendam air lantaran hujan yang terus mengguyur Kota Makassar. Padahal, kebun cabai tersebut mampu memproduksi hampir satu ton cabai dan bisa membantu kelangkaan pasokan komoditas tersebut.
"Yang terakhir gagal panen. Buahnya berulat dan busuk. Itu karena pengaruh cuaca belakangan ini," kata Kepala Seksi Kerja Lapas Kelas I Makassar Saidul Bahri di Makassar, Senin (9/1/2017).
Faktor lain, kata dia, sebagian pohon cabai yang sebenarnya sudah berbuah terlambat dipetik karena kurangnya tenaga. Pihaknya tidak bisa sembarangan menyuruh warga binaan yang tidak bisa dipercaya untuk mengurus kebun cabai tersebut.
Saidul mengatakan bahwa normalnya kebun cabai yang diinisiasi oleh Kemenkumham dan Bank Indonesia itu bisa menghasilkan satu ton setiap musimnya. Namun, yang terakhir ini karena adanya kegagalan panen maka produksinya sangat minim dan hanya beberapa yang tampak berbuah.
"Istilahnya dalam pertanian itu kanker, makanya kita mulai gunting," tutur dia.
Saidul mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak Dinas Pertanian Sulsel untuk kembali mengembangkan kebun cabainya. Bila cuaca bersahabat, pihaknya akan kembali memberikan pupuk dan berharap pohon cabainya segera berbuah.
"Untuk saat ini, kita gunting dulu yang sudah rusak dan nanti dipupuk supaya kembali berbuah," harap Saidul.
Lapas Makassar sendiri diketahui cukup berkontribusi dalam memasok cabai di Kota Makassar, bahkan Kalimantan. Saat panen lalu, hampir satu ton cabai itu didistribusikan ke sejumlah pembeli dari Pasar Pabaeng-baeng dan Pasar Terong di Makassar. Lalu, ada sekitar setengah ton yang dibeli oleh pedagang dari Kalimantan.
"Kami sebenarnya tidak jual langsung ke pasar, tapi pembeli yang datang ke sini," pungkasnya.
Larisnya cabai dari Lapas Makassar tidak lepas karena harganya yang terbilang murah. Saat panen pertama, pihaknya bahkan hanya menjualnya Rp15 ribu per kilogram. Belakangan baru naik dua kali, tapi masih terbilang murah yakni Rp30 ribu per kilogram. Harga itu jauh lebih rendah dibandingkan harga di pasaran yang sempat menembus Rp100 ribu per kilogram.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement