Kementrian Perindustrian mendorong percepatan pembangunan industri petrokimia di Teluk Bintuni, Papua Barat. Langkah strategis ini untuk mendukung upaya pendalaman struktur industri nasional sekaligus pemerataan pembangunan di Indonesia.
Hal tersebut dikatakan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai menyaksikan serah terima berkas MoU dari CEO of Ferrostaal Klaus Lesker kepada Direktur Investasi PT. Pupuk Indonesia, Gusrizal di Dusseldorf, Jerman, kemarin.
?Kami memberikan apresiasi kepada PT. Pupuk Indonesia dan Ferrostaal yang akan bekerja sama dalam penelitian untuk pengembangan pabrik petrokimia senilai US$? 1,5 miliar di Teluk Bintuni, Papua Barat,? kata Airlangga.
Menurut ia kedua belah pihak berkomitmen akan memberikan data-data komprehensif yang dimiliki terkait proyek pengembangan pabrik petrokimia, seperti data teknis, keekonomian, pasar dan lainnya.
Perlu diketahui, Teluk Bintuni sebagai salah satu kawasan yang memiliki sumber bahan baku bagi industri petrokimia, yakni gas.
Kemenperin mencatat, pembangunan industri petrokimia di Teluk Bintuni mempunyai beberapa alasan, antara lain potensi gas bumi di kawasan tersebut yang sudah diidentifikasi sebesar 23,8 triliun standar kaki kubik (TSCF), dengan 12,9 TSCF sudah dialokasikan untuk 2 train liquefied natural gas (LNG), dan sisanya sebesar 10,9 TSCF untuk 1 train LNG.
Selain itu, ditemukan cadangan baru sebesar 6-8 TSCF. Apalagi industri petrokimia merupakan salah satu sektor yang akan mendapatkan penurunan harga gas sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. ?Karenanya, kami akan mendukung alokasi gas dengan harga terjangkau yang akan ditentukan,? tegas Airlangga.
Politisi Golkar itu menambahkan ada dua sumber gas potensial di Teluk Bintuni , yaitu di proyek Tangguh dan di blok eksplorasi Kasuri.
Dengan adanya peluang tersebut, diharapkan segera muncul keputusan untuk memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan yang akan membangun pabrik petrokimia di Teluk Bintuni.
Ia mengungkapkan potensi gas yang tersedia dapat pula digunakan sebagai bahan baku industri amonia untuk mendukung industri urea dan bahan baku industri metanol untuk mendukung industri pusat olefin.
?Selain itu, pembangunan industri melalui program hilirisasi termasuk di sektor petrokimia akan berdampak luas pada peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi nasional,?Ujarnya.
Sementara itu Direktur Investasi PT. Pupuk Indonesia, Gusrizal? memastikan, pihaknya berminat untuk membangun pabrik petrokimia di Teluk Bintuni, dengan memanfaatkan alokasi gas pada area tersebut.
?Melalui MoU ini, kami akan berperan sebagai lead role dan akan berhubungan dengan instansi terkait perihal alokasi dan harga gas,? ujarnya.?
PT Pupuk Indonesia (Persero) rencananya ingin membangun industri pengolahan gas bumi menjadi metanol, etilena, polipropilena, dan polietilena.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement