Kredit Foto: Reuters/Jean-Paul Pelissier
"Participating Interest" atau hak partisipasi 10 persen pada wilayah kerja migas sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 37 Tahun 2016 perlu dikelola dengan baik oleh berbagai pihak di daerah yang terkait dengan sektor tersebut.
"Mengelola PI (Participating Interest) artinya daerah harus membayar kewajiban keikutsertaan modal dengan besaran maksimal 10 persen, terikat dengan poin-poin kontrak kerja sama yang juga bersedia menanggung risiko apabila merugi," kata Koordinator Nasional LSM Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah dalam siaran pers, Sabtu (4/2/2017).
Maryati mengingatkan bahwa PI adalah hak daerah untuk berpartisipasi, sekaligus berperan aktif dalam pengelolaan migas untuk kesejahteraan masyarakat di daerah penghasil. PI, lanjutnya, tidak boleh dimaknai sebagai pembagian saham untuk daerah tanpa syarat, tanpa kewajiban dan hanya berorientasi pembagian keuntungan semata.
Ia menjelaskan bahwa tujuan pemberian PI melalui BUMD agar daerah dapat benar-benar berpartisipasi dalam pengelolaan hulu migas.
Hal tersebut juga mencakup untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas tata kelola, alih teknologi, serta melakukan pengawasan langsung kinerja industri migas di daerah-mulai dari tahap perencanaan sampai evaluasi.
"Tentu saja, untuk melakukan hal tersebut dibutuhkan kapasitas SDM maupun manajemen BUMD yang benar-benar kuat dalam memahami bisnis proses di sektor hulu migas," ucapnya.
Sementara itu, peneliti PWYP Indonesia Rizky Ananda berpendapat bahwa masalah yang kerap terjadi adalah pemerintah daerah tidak memiliki modal yang cukup untuk mengambil keseluruhan porsi saham PI (10 persen) yang dialokasikan untuk daerah, sehingga ujung-ujungnya dikelola oleh pihak ketiga dengan skema yang terkadang memberatkan atau kurang menguntungkan daerah.
Karenanya, menurut Rizky, penting bagi daerah untuk diberikan fleksibilitas dalam mengambil bagian PI sesuai dengan kemampuan finansial yang dimiliki.
"Skema dalam Permen soal PI ini sejalan dengan usulan koalisi PWYP Indonesia yang tertuang dalam Revisi atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), yang mengutamakan kepemilikan saham oleh daerah secara langsung," ujarnya.
Rizky menambahkan, aturan ini juga memungkinkan kontraktor dapat menanggung pembiayaan terlebih dahulu, untuk diperhitungkan kemudian dalam pembagian dividen nantinya.
Dia juga menyatakan bahwa substansi dalam Permen 37/2016 dinilai dapat mengurangi celah pemburu rente yang aktivitasnya justru merugikan daerah.
Sebagaimana diwartakan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan optimistis 74 daerah cekungan akan dapat dieksplorasi, meskipun kegiatan seperti itu masih tergolong rendah di Indonesia.
"Masih ada 74 cekungan yang belum dieskplorasi. Ini merupakan potensi besar untuk kami. Saya sebagai orang eksplorasi masih optimistis karena masih menemukan struktur yang lebih dangkal," kata Kepala Bagian Humas SKK Migas Taslim Z. Yunus pada diskusi di Jakarta, Selasa (31/1).
Taslim menjelaskan potensi cekungan untuk eksplorasi migas di Indonesia ada sekitar 128 cekungan, namun kegiatan eksplorasi di Indonesia masih rendah. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement