Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan, Bukan dengan Hilirisasi

Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan, Bukan dengan Hilirisasi Kredit Foto: Freeport Dok
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebijakan terbaru di sektor mineral logam masih menjadi bahan diskusi yang ramai. Salah satunya terkait kebijakan membuka kembali keran ekspor bagi nikel kadar rendah dan bauksit untuk lima tahun mendatang. Bahkan ada pula sebagian kalangan yang menilai kebijakan ini sebagai langkah mundur dalam industri mineral dan batubara.?

Menanggapi hal ini, Ketua DPP Partai Hanura, Sudewo dengan tegas mengatakan kebijakan tersebut diambil untuk menjawab kebutuhan saat ini. "Pemerintah telah mengambil langkah tepat dalam upaya mewujudkan kejayaan dan kemakmuran atas hasil tambang mineral."ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/2/2017).

Sudewo mengingatkan bahwa UU Minerba No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang salah satu isinya adalah kewajiban pengolahan, atau pemurnian untuk peningkatan nilai tambah mineral. Peningkatan nilai tambah dipertambangan tidak dapat diistilahkan dengan ?hilirisasi?.

Lanjutnya, Saat ini pemerintah memang ingin memberikan nilai tambah sebanyak-banyaknya atau setinggi-tingginya. "Sejalan dengan apa yang dikatakanoleh Bapak Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas mineral, Beliau minta?daerah-daerah penghasil tambang jangan sampai tutup dan menurun pendapatannya, pemerintah ingin mencarikan solusi yaitu menambah pendapatan serta membuka lapangan kerja." katanya lagi.

Sudewo menilai,?Kementrian ESDM bertanggung jawab pada bagian hulu, yakni peningkatan nilai tambah di penambangan yang dilakukan dengan cara grading, washing, sizing atau pencampuran untuk batu bara. Kemudian kegiatan pemurnian bagi kontrak karya adalah pemurnian mineral logam sesuai dengan pasal 95 huruf b.??Jika ditelaah lebih jauh mengenai peningkatan nilai tambah itu sebenarnya telah dilakukan oleh perusahaan tambang. Peningkatan nilai tambah di penambangan adalah kegiatan pengolahan sesuai dengan ilmu pertambangan? paparnya.

Namun tidak bisa hanya berhenti di sana. Pemerintah juga harus memastikan produk smelter dalam negeri terserap oleh industri dalam negeri juga.?

?Dari sana kita akan bisa lihat kata "hilir" (jelas bukan hulu), atau kata penghiliran, menuju ke hilir atau hilirisasi bisa bermakna "menuju ke ujung", "menuju akhir", "proses dibagian ujung" ujar Sudewo.?

Dengan adanya Industri hilir, maka pemerintah dapat mengurangi impor barang jadi berbasis mineral logam dan memperkokoh perekonomian Negara.?

?Jika dibagian "hulu" Kementrian ESDM sudah melaksanakan program peningkatan nilai tambah, selanjutnya saya mendorong Pemerintah untuk membuat road map pembangunan industri logam dasar untuk kedaulatan mineral logam di bawah Kementrian Perindustrian guna mewujudkan program hilirisasi,? terangnya.

Hal yang serupa juga disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pertambangan Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Erry Sofyan. ?Para Pengusaha tambang bauksit selama ini telah melaksanakan kewajiban peningkatan nilai tambah melalui pengolahan yakni grading, washing, screening, dan tidak memiliki kemampuan untuk membangun industri berbasis mineral bauksit. Jika tetap dipaksakan pembangunan industri alumina atau aluminium oleh pemegang IUP, maka yakin hal tersebut tidak akan terwujud.? kata Erry.?

Erry meminta Pemerintah untuk menaruh perhatian yang lebih besar pada industri hilir. ?Di sana sangat penting untuk tersedianya road map Industri berbasis mineral logam. Peningkatan nilai tambah telah dilaksanakan oleh Pemegang IUP sesuai UU Minerba, sudah seharusnya hilirisasi dimulai dan dilakukan oleh Kementerian Perindustrian? tungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Vicky Fadil
Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: