Karena Ketidakpastian Global, Selandia Baru Pertahankan Suku Bunga
Bank sentral Selandia Baru, Kamis, mempertahankan suku bunga acuan "official cash rate" (OCR) di tingkat terendah bersejarah 1,75 persen meskipun inflasi meningkat, mengutip ketidakpastian global.
Gubernur bank sentral Selandia Baru, Reserve Bank of New Zealand (RBNZ), Graeme Wheeler, juga memperingatkan bahwa dolar Selandia Baru bernilai terlalu tinggi untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi negaranya.
Pemulihan harga-harga komoditas serta sentimen bisnis dan konsumen yang lebih positif di negara-negara maju telah meningkatkan prospek global, tetapi tantangan besar tetap ada karena kapasitas surplus yang sedang berlangsung dalam ekonomi global dan meningkatnya ketidakpastian geo-politik, kata Wheeler.
"Inflasi global telah meningkat, sebagian karena kenaikan harga-harga komoditas. Suku bunga jangka panjang global telah meningkat. Kebijakan moneter diperkirakan akan tetap stimulator, tapi kurang begitu maju, terutama di AS," kata Wheeler dalam sebuah pernyataan.
Kondisi keuangan Selandia Baru telah menguat dengan suku bunga jangka panjang naik dan terus mendorong kenaikan nilai tukar dolar Selandia Baru.
"Nilai tukar masih lebih tinggi daripada yang berkelanjutan untuk pertumbuhan yang seimbang dan, bersama-sama dengan inflasi global yang rendah, terus menghasilkan inflasi negatif di sektor yang dapat diperdagangkan. Penurunan nilai tukar dibutuhkan," kata Wheeler.
Pertumbuhan ekonomi di Selandia Baru meningkat seperti yang diharapkan dan terus menarik sumber daya cadangan.
Prospek tetap positif, didukung oleh berkelanjutan kebijakan akomodatif moneter, pertumbuhan penduduk yang kuat, peningkatan belanja rumah tangga dan meningkatnya aktivitas konstruksi.
Harga-harga untuk industri susu pilar negara itu telah pulih dalam beberapa bulan terakhir, namun ketidakpastian tetap sekitar hasil mendatang.
Melambungnya harga rumah Selandia Baru telah dimoderasi baru-baru ini, tapi itu belum tentun apakah ini akan berkelanjutan mengingat ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan.
Inflasi sebesar 1,3 persen telah kembali ke target RBNZ antara 1,0 persen hingga 3,0 persen dan diharapkan akan kembali ke titik tengah secara bertahap, yang mencerminkan penguatan ekonomi domestik dan meskipun inflasi barang yang dapat diperdagangkan terus negatif. "Ekspektasi inflasi jangka panjang tetap di sekitar 2,0 persen," kata Wheeler.
Kebijakan moneter akan "tetap akomodatif untuk jangka waktu yang cukup" karena berbagai ketidakpastian tetap, terutama sehubungan dengan prospekinternasional. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement