Uang tebusah hasil dari program amnesti pajak periode III (Januari-Maret 2017) baru mencapai Rp710 miliar, jauh lebih kecil dibandingkan realisasi uang tebusan dua periode sebelumnya yang mencapai Rp103,2 triliun.
Pada periode I (Juli-September 2016) uang tebusan mencapai Rp97,2 triliun, sedangkan pada periode II (Oktober-November 2016) sekitar Rp6 triliun.
Dari uang tebusan sebanyak Rp710 miliar tersebut, mayoritas masih didominasi oleh Orang Pribadi UMKM yang mencapai Rp460 miliar, sedangkan Orang Pribadi Non UMKM mencapai Rp160 miliar. Sedangkan sisanya Rp60 miliar Badan Non UMKM dan Rp30 miliar Badan UMKM.
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, untuk periode terakhir amnesti pajak ini, Ditjen Pajak tidak akan hanya fokus ke UMKM.
"Apakah kita yang dikejar hanya UMKM? Tidak. banyak juga pengusaha yang belum ikut amnesti pajak ya, masih banyak. Itu yang akan kami fokuskan juga," ujar Ken saat jumpa pers di Jakarta, Senin.
Ken menuturkan, pihaknya secara masif akan terus mengajak masyarakat untuk memanfaatkan program amnesti pajak yang tinggal 45 hari lagi masa berlakunya.
Bagi Wajib Pajak yang masih mempertimbangkan apakah akan ikut amnesti pajak atau tidak, ia mengimbau agar tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada dalam program amnesti pajak dengan berbagai fasilitas dan manfaat yang ditawarkan.
"Dengan sangat terpaksa saya harus memaksa mereka ikut (amnesti pajak)," ujarnya.
Apabila masa berlaku amnesti pajak telah berakhir, Ditjen Pajak akan menerapkan ketentuan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, dimana WP yang tidak ikut amnesti pajak atau ikut tapi tidak melaporkan kondisi yang sebenarnya, maka akan menghadapi dua konsekuensi.
Konsekuensi pertama ialah bagi WP yang sudah ikut amnesti pajak dan kemudian Ditjen Pajak menemukan data harta yang belum dilaporkan pada Surat Pernyataan Harta (SPH), maka harta tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenai pajak penghasilan dengan tarif normal serta sanksi kenaikan 200 persen dari pajak yang kurang dibayar.
Sementara bagi WP yang tidak ikut amnesti pajak dan kemudian Ditjen Pajak menemukan adanya harta yang tidak dilaporkan dalam SPT, maka harta tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenai pajak beserta sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement