Proses renegosiasi yang dilakukan pemerintah dengan PT Freeport Indonesia harus dilakukan secara transparan dan hasil yang ada harus menegakkan amanat Undang-Undang No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara.
"Proses renegoisasi kontrak karya antara Pemerintah dengan PT Freeport Indonesia harus dilakukan secara transparan, sehingga ada kejelasan iklim investasi, keberlangsungan produksi, peningkatan pembelian barang dan jasa," kata Anggota Komisi IV DPR Rofi Munawar dalam rilis di Jakarta, Jumat (24/2/2017).
Menurut politisi PKS itu, ada baiknya kedua belah pihak berkomunikasi dan mendorong ruang publik untuk memonitoring setiap perubahan yang terjadi dalam koridor hukum yang berlaku.
Pemerintah selama ini, ujar dia, cenderung lunak terhadap berbagai kewajiban yang telah diamanatkan UU Minerba terhadap perusahaan kontrak karya seperti Freeport tersebut. Hal tersebut, lanjutnya, dapat dilihat dari berbagai aturan relaksasi yang dikeluarkan pemerintah sejak UU No 4/2009 ini disahkan.
"Akibatnya, polemik dengan PT Freeport Indonesia terus terjadi karena arah kebijakan pemerintah yang berubah-ubah dan tidak transparan," kata Rofi. Ia mencontohkan, proses monitoring pembangunan smelter yang ternyata tidak dikendalikan oleh pemerintah dan tidak dijalankan dengan serius oleh Freeport.
Sebelumnya, lembaga Indonesia for Global Justice (IGJ) meminta pemerintah Republik Indonesia untuk tidak menghiraukan ancaman gugatan perusahaan pertambangan Freeport dan terus konsisten mengimplementasikan amanat UU No 4/2009 tentang Minerba.
"Upaya hukum yang akan dilakukan oleh Freeport terhadap pemerintah Indonesia adalah strategi kuno yang dipakai untuk meningkatkan posisi tawarnya," kata Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti, di Jakarta, Selasa (21/2).
Rachmi mengingatkan jangan sampai pengalaman gugatan Newmont pada 2014 terulang kembali karena perusahaan pertambangan tersebut dinilai menggugat hanya untuk meningkatkan posisi tawarnya.
Terbukti, lanjutnya, setelah Newmont mencabut gugatannya pada 25 Agustus 2014, kemudian pemerintah Indonesia mengeluarkan izin ekspor untuk Newmont terhitung sejak 18 September 2014 hingga 18 Maret 2015.
Menurut Rachmi, gugatan Freeport nantinya hanya akan menambah daftar panjang pengalaman Indonesia atas gugatan Investor terhadap Negara atau yang dikenal dengan istilah Investor-State Dispute Settlement (ISDS).
Dia memaparkan, berdasarkan Kontrak Karya, mekanisme penyelesaian sengketa yang dipilih adalah melalui UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law). Sejauh ini, 60 persen dari gugatan ISDS terhadap Indonesia ada di sektor tambang. Indonesia adalah satu-satunya Negara di kawasan ASEAN yang konsisten menolak ISDS. Penolakan ini didasari atas dampak ISDS terhadap hilangnya ruang kebijakan negara.
"Apalagi, 'chilling effect' (dampak mengerikan) yang ada pada mekanisme ISDS secara tidak langsung telah menjadi alat oleh korporasi multinasional untuk memberikan kekebalan hukum atas pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan nasional," paparnya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement